Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesenjangan Berbuah Intoleransi

Kompas.com - 18/01/2017, 21:38 WIB

Namun, kita pun tak bisa mengatakan intoleransi merebak semata karena orang hidup dalam ruang-ruang yang tersekat satu sama lain. Di sinilah kita perlu melihat bahwa ketakutan terhadap yang lain ini berkembang bukan semata lantaran situasi materialistis penghidupan kita masih didikte jaringan-jaringan primordial. Kita juga berada pada konteks sosial-politik di mana ketakutan terhadap yang lain menjadi imajinasi yang terus-menerus direproduksi lantaran berfaedah dan berimplikasi pada berjangkitnya persepsi kelompok lain sebagai momok menakutkan di ruang-ruang yang lebih luas.

Reproduksi ini terjadi dalam perpolitikan dan, sebagaimana yang kita tahu, ia terjadi seiring politisi atau kanal-kanal kampanyenya mendeklarasikan permusuhannya terhadap momok lain ini untuk mendulang suara cepat. Reproduksi ini terjadi di ruang-ruang khotbah. Pasalnya, tak banyak ide yang lebih ampuh untuk merenggut perhatian pendengar di samping imajinasi umat berada dalam bahaya dan peperangan. Dan, reproduksi ini terjadi di media sosial untuk menuai hal yang sama, perhatian, ditambah dengan acungan jempol serta jumlah pengikut.

Menganyam ruang bersama

Jadi, apakah kesenjangan menyulut kebencian terhadap perbedaan? Ia punya andil, kita bisa pastikan demikian, walau ia tak memengaruhi secara langsung. Apa yang terjadi di berbagai konteks Indonesia adalah situasi berliput ketidakpastian dan tergerusnya sumber-sumber penghidupan lama mengharuskan orang-orang mengandalkan ikatan primordial sebagai jaring pengaman sosialnya.

Meleburnya aktivitas ekonomi dengan identitas primordial, permasalahannya, tak selalu berujung baik. Ia membiasakan orang-orang untuk melihat kelompok primordial lain sebagai ancaman, momok, liyan, dan di sinilah kepelikan ekonomi serta upaya mengatasinya melalui jaringan primordial membuka potensi kebencian terhadap yang lain.

Kita, memang, tak bisa menampik bahwa mobilisasi primordial untuk kepentingan-kepentingan pragmatis pun memperkeruh keadaan; bahwa ketakutan terhadap yang lain mengalami magnifikasinya berkat terus ditanamkan dan diulang keras-keras di sekeliling kita. Namun, saya kira, pemerataan yang disinggung Presiden akan mempunyai dampak yang bisa diharapkan apabila ia dapat memastikan intoleransi tak mempunyai pijakan nyaman di kenyataan sosial. Dengan apa? Dengan memastikan pembangunan ekonomi berfaedah bagi setiap pihak secara adil. Dengan memastikan, favoritisme primordial digerus dalam prosesnya.

Dengan akutnya perkronian di birokrasi serta jaringan primordial yang mengurat akar dalam menentukan hajat penting di kehidupan banyak orang, kita mesti mengakui kita tak bisa melakukannya dalam semalam. Namun, kita perlu melakukannya. Saya tak melihat gagasan Indonesia mempunyai tempat yang pasti di masa depan kalau kita tidak mulai menganyam republik menjadi ruang bersama yang adil.

Geger Riyanto
Esais, Peneliti Sosiologi, Mengajar Filsafat Sosial dan Konstruktivisme di Universitas Indonesia

 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Januari 2017, di halaman 6 dengan judul "Kesenjangan Berbuah Intoleransi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com