JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menilai, kebijakan menaikkan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kendaraan, pembuatan STNK, SIM, dan BPKB merupakan hal yang wajar.
Tarif yang berlaku saat ini sudah diterapkan selama 7 tahun, tanpa kenaikan.
Akan tetapi, besaran tarif baru seharusnya tidak sebesar yang diputuskan hingga hampir tiga kali lipat.
"Tarif baru ditingkatkan dengan persentase peningkatan yang sangat signifikan. Persentase kenaikan di kisaran 100 persen hingga 275 persen," ujar Huda, dalam konfrensi pers di Kantor FITRA, Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2017).
Menurut Huda, akan lebih bijak jika pemerintah memberlakukan kenaikan tarif secara bertahap.
Dengan cara ini, masyarakat tidak akan merasa terlalu dibebankan.
"Kenaikan tersebut harusnya bertahap," kata Huda.
Kenaikan tarif ini juga harus diikuti dengan perbaikan kualitas pelayanan. Ia menilai, salah satu yang harus diperbaiki adalah sistem administrasi.
"Masyarakat masih dirugikan dalam ketepatan waktu, biaya-biaya yang tidak diperlukan, dan data perekaman identitas yang tidak baik," kata Huda.
Sementara itu, Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto menilai, kebijakan tersebut tidak berpihak pada rakyat.
Sebab sebelumnya, pemerintah sudah menaikan harga BBM, kemudian disusul kenaikan tarif dasar Listrik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.