Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/12/2016, 22:18 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengucapkan terima kasih kepada Mahkamah Agung atas terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.

"KPK berterima kasih kepada MA. Perma itu penting untuk pemberantasan korupsi. Bukan hanya untuk KPK, tapi juga Jaksa dan Kepolisian," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (28/12/2016).

Menurut Febri, dengan terbitnya Perma 13/2016, penegak hukum dan hakim di pengadilan memiliki standar dalam menangani indikasi korupsi yang melibatkan korporasi.

Selain itu, lanjut Febri, penegak hukum dapat menelisik lebih jauh indikasi korupsi yang melibatkan perorangan sekaligus korporasi.

"Pertanyaan yang lebih mendasar apakah korporasi diuntungkan dari kejahatan tersebut. Dari sana ditentukan apakah orang saja atau korporasi juga," ucap Febri.

Febri menyebutkan, korporasi memiliki kewajiban membentuk lingkungan pengendalian secara internal.

Hal itu, lanjut dia, diperlukan bagi perusahaan agar tidak begitu saja menyetujui tindak pidana korupsi secara korporasi.

Jika iklim pengendalian internal korporasi telah terbentuk, Febri menilai kondisi itu akan berimbas pada sehatnya iklim bisnis di Indonesia.

"Pemberantasan korupsi bukan lagi menangkap orang tapi pengembalian keuangan negara, membentuk lingkungan bisnis yang sehat, dan pengembangan ekonomi. Ini yang penting," ujar Febri.

Ketua MA Hatta Ali sebelumnya menjelaskan, Perma 13/2016 mengatur soal jika sebuah korporasi diduga melakukan tindak pidana, penegak hukum meminta pertanggungjawaban hukum kepada seseorang yang tercatat pada akta korporasi sebagai penanggung jawab korporasi itu.

(Baca: MA Keluarkan Perma 13/2016, Ini Sanksi bagi Korporasi yang Terlibat Tindak Pidana)

Misalnya, direktur utama atau dewan direksi. Sementara, kepada koorporasi itu sendiri, hanya dikenakan denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Korporasi tidak dikenakan hukuman badan. Coba bayangkan sebuah badan hukum, perusahaan, misalnya, dikenakan hukuman badan. Tidak mungkin ada perusahaan dikenakan hukuman badan. Jadi hanya denda saja," ujar dia.

Namun, jika korporasi itu tidak sanggup membayar denda yang dikenakan, maka aparat berhak menyita aset korporasi itu sebagai ganti kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindak pidananya untuk kemudian dilelang.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Kaesang Masuk PSI, Pengamat: Mengafirmasi Jokowi Main Politik 2 Kaki

Kaesang Masuk PSI, Pengamat: Mengafirmasi Jokowi Main Politik 2 Kaki

Nasional
Kapolri Dalami Penyebab Tewasnya Ajudan Kapolda Kaltara

Kapolri Dalami Penyebab Tewasnya Ajudan Kapolda Kaltara

Nasional
Kapolri Perintahkan Kasus Tewasnya Ajudan Kapolda Kaltara Diusut Tuntas

Kapolri Perintahkan Kasus Tewasnya Ajudan Kapolda Kaltara Diusut Tuntas

Nasional
Ganjar Soal Mahfud jadi Cawapres: Saya Kira Bisa

Ganjar Soal Mahfud jadi Cawapres: Saya Kira Bisa

Nasional
Kemlu: WNI Diculik di Malaysia Sudah Diserahkan ke KJRI

Kemlu: WNI Diculik di Malaysia Sudah Diserahkan ke KJRI

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': Publik Akan Gunakan Hak Pilih Sebab Yakin Pemilu 2024 Aman

Survei Litbang "Kompas": Publik Akan Gunakan Hak Pilih Sebab Yakin Pemilu 2024 Aman

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': Publik Nilai Kinerja KPU-Bawaslu Baik Jaminan Pemilu Aman dan Damai

Survei Litbang "Kompas": Publik Nilai Kinerja KPU-Bawaslu Baik Jaminan Pemilu Aman dan Damai

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': Pemerintah dan Polri Diyakini Mampu Jaga Stabilitas Pemilu 2024

Survei Litbang "Kompas": Pemerintah dan Polri Diyakini Mampu Jaga Stabilitas Pemilu 2024

Nasional
Survei Litbang 'Kompas': Publik Yakin Pemilu 2024 Aman dan Damai

Survei Litbang "Kompas": Publik Yakin Pemilu 2024 Aman dan Damai

Nasional
Panglima Pastikan Oknum Prajurit Kostrad yang Lakukan Pelecehan Seksual Diproses Hukum

Panglima Pastikan Oknum Prajurit Kostrad yang Lakukan Pelecehan Seksual Diproses Hukum

Nasional
Polri Kirim Berkas Pemecatan Teddy Minahasa ke Setmil Presiden

Polri Kirim Berkas Pemecatan Teddy Minahasa ke Setmil Presiden

Nasional
Pak Marhaen Menantang Capres pada Pemilu 2024

Pak Marhaen Menantang Capres pada Pemilu 2024

Nasional
Syarat Cawapres Ganjar Versi Hary Tanoe: Punya 'Chemistry' dan Bisa Tarik Suara

Syarat Cawapres Ganjar Versi Hary Tanoe: Punya "Chemistry" dan Bisa Tarik Suara

Nasional
Soal Peluang Megawati Bertemu Prabowo, Ganjar: Bagus, Supaya Rakyat Tak Curiga

Soal Peluang Megawati Bertemu Prabowo, Ganjar: Bagus, Supaya Rakyat Tak Curiga

Nasional
Hary Tanoe Nilai Koalisi 'Gemuk' Justru Bikin Ribet

Hary Tanoe Nilai Koalisi "Gemuk" Justru Bikin Ribet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com