Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dianggap Tak Urgen, DPR Diminta Tunda Tambah Pimpinan

Kompas.com - 17/12/2016, 16:19 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penambahan jumlah pimpinan DPR dianggap bukan merupakan kebutuhan prioritas dan tidak ada urgensinya untuk direalisasikan segera.

Pakar Hukum dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Andi Syafrani berpendapat, DPR sebaiknya fokus pada produk legislasi yang lebih penting bagi masyarakat atau produk legislasi yang telah tertunda lama.

"RUU Pemilu, misalnya. Harus dikebut agar jangan seperti UU Pilkada. Selesainya mepet dan persiapan banyak yang terlewat karena waktu banyak yang tidak cukup," kata Andi di Jakarta, Sabtu (17/12/2016).

"Atau menyelesaikan UU yang sudah lama, seperti KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang sudah bertahun-tahun (dibahas). Banyak lah yang lebih substansial dan dibutuhkan masyarakat," sambungnya.

(Baca: Fahri Hamzah: Revisi UU MD3 Harus Libatkan Pemerintah)

Penambahan jumlah pimpinan DPR akan diakomodasi melalui revisi terbatas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Revisi UU MD3 telah resmi masuk daftar Program Legislasi Nasional 2017. Revisi tersebut pada mulanya diusulkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

PDI-P sebagai partai pemenang pemilu merasa seharusnya memiliki kursi pimpinan DPR. Proses hingga RUU tersebut diketok sebagai Prolegnas 2017 pun terbilang kilat.

Bahkan, sebelumnya sempat direncanakan sebelum penutupan masa sidang PDI-P sudah bisa diresmikan mendapat satu kursi pimpinan.

Pembuatan UU secara prinsip, kata Andi, harus memenuhi sejumlah aspek di antaranya aspek filosofis, sosiologis serta fungsi dan kegunaan.

"Apakah perubahan yang diusulkan DPR terkait UU MD3 yang hanya pada komposisi pimpinan itu sudah memenuhi kriteria (aspek) itu Ini harus uji publik juga. Jangan terkesan jadi kepentingan subyektif DPR atau partai tertentu," ujarnya.

Sejumlah 50 RUU masuk ke dalam daftar Prolegnas Prioritas 2017. Masih ada puluhan RUU lainnya yang dianggap mendesak untuk diselesaikan cepat.

Andi menyarankan agar DPR menunda pembahasan revisi terbatas UU MD3 terkait penambahan jumlah pimpinan DPR tersebut dan tak menempatkannya sebagai RUU yang dianggap sebagai prioritas utama.

"Dalam situasi saat ini harus segera dihentikan oleh para pembuat UU. Kalau pun sudah masuk (Prolegnas 2017), jadikan itu sebagai non-prioritas untuk dibahas, karena masih banyak dalam daftar Prolegnas yang harus diselesaikan," kata Andi.

(Baca: Revisi UU MD3 Masuk Prolegnas 2017)

Penambahan jumlah pimpinan akan berdampak pada banyak hal. Misalnya dari sisi anggaran. Penambahan pimpinan, kata Andi, membuat DPR mesti menyiapkan segala fasilitas bagi pimpinan baru tersebut.

"Otomatis dong (anggaran bertambah). Satu orang satu posisi itu dikasihnya berapa miliar," kata Andi.

Ia mengingatkan, persepsi publik terhadap kinerja DPR saat ini masih sangat rendah. Isu perubahan UU hanya untuk mengubah komposisi pimpinan menurutnya akan semakin memperburuk persepsi publik terhadap DPR.

DPR seharusnya menunjukkan kinerja yang lebih positif. Semisal, menuntaskan produk-produk legislasi.

"Ini masuk tahun kedua, berapa UU yang sudah dihasilkan oleh DPR?" tanyanya. PDI-P sendiri dalam beberapa waktu terakhir terlihat sangat serius mengurusi revisi terbatas itu.

Bahkan, mereka membuat tim lobi khusus untuk memperlancar prosesnya. Upaya tersebut demi kursi pimpinan sebelum masa sidang berakhir, Kamis (15/12/2016) kemarin.

"Yang sederhana ngapain disulitkan. Kalau bisa dipercepat kenapa diperlambat? Kalau bisa disegerakan kenapa ditunda-tunda?" kata Wakil Ketua Fraksi PDI-P Hendrawan Supratikno beberapa waktu lalu.

Kompas TV Setnov dan Prabowo Sepakat Jaga Keutuhan NKRI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Nasional
[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

Nasional
Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Nasional
Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem 'Back Up' Data Cepat

Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem "Back Up" Data Cepat

Nasional
Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Nasional
4 Bandar Judi 'Online' Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

4 Bandar Judi "Online" Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

Nasional
Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Nasional
Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Nasional
Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk 'Back Up' Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk "Back Up" Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Nasional
Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Nasional
Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Nasional
Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Nasional
Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi 'Cawe-cawe' di Pilkada 2024

Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi "Cawe-cawe" di Pilkada 2024

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com