Oleh karena itu, ketika masyarakat yang memiliki akun media sosial dalam menyatakan dukungan seharusnya tidak perlu dilarang asal materi dukungannya bertanggungjawab dan tidak mengandung konten negatif/black campaign.
Apabila dibaca dengan seksama tujuan dibentuknya UU ITE, (Pasal 4 ayat (2) huruf d), terang dirumuskan tujuan mulia di dalamnya, yakni pemanfaatan teknologi informasi itu bertujuan untuk membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan asalkan bertanggungjawab.
Ancaman pidana dalam UU ITE hanya diberikan pada perbuatan kampanye hitam. Hal tersebut jelas tercantum dalam Pasal 28 dan Pasal 29, di mana setiap orang dilarang menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, selain itu juga dilarang menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau menimbulkan permusuhan individu/kelompok berdasarkan atas SARA.
"Tidak ada satu pun ketentuan dalam UU ITE yang menyebutkan bahwa aktivitas dukungan seseorang atau masyarakat dalam akun media sosial nya dapat dipidana," kataku .
Tidak ada pula aturan yang mengancam kebebasan masyarakat melakukan dukungan kepada pasangan calon secara positif dan bertanggungjawab.
Kelemahan pengaturan mengenai kampanye melalui media sosial ini sebelumnya sudah diakui oleh Ketua KPUD DKI, Sumarno. Bahkan ia berpendapat perlu dibuat aturan khusus mengenai kampanye di media sosial.
Mungkin salah satu alasan KPU ataupun Bawaslu merumuskan aturan pendaftaran akun resmi itu adalah maraknya akun anonim yang melakukan fitnah, tuduhan tak berdasar maupun penyerangan masif terhadap kandidat yang tidak disukai oleh akun tersebut.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawasan oleh penegak hukum dan Bawaslu dalam konteks beredarnya akun anonim yang memberikan informasi yang memiliki kemungkinan melahirkan perpecahan di masyarakat.
Bijak untuk menggarisbawahi pandangan Sumarno yang mengatakan bahwa saat ini aturan kampanye media sosial umumnya sesuai dengan norma-norma, seperti tidak boleh mengampanyekan isu SARA atau black campaign.
Pesta demokrasi harus tetap gemuruh dan riang gembira dengan bebas memyampaikan informasi yang pas dan terukur tentang para bintang pesta demokrasi apapun sarananya, termasuk media sosial. Yang tidak boleh adalah niat jahat menggunakan dan menyebarkan informasi yang tidak benar.
Semua kampanye itu dilakukan agar masyarakat pemilih mendapat informasi yang utuh tentang siapa yang akan dipilihnya untuk memimpin dirinya lima tahun ke depan.
Informasi itu oksigen demokrasi. Informasi yang busuk tentu membuat demokrasi tidak sehat.
Media sosial sendiri seperti pisau bermata dua; satu sisi bagi seorang ibu yang baik bisa digunakan untuk mengiris bawang dan cabai menghasilkan masakan yang lezat, satu sisi lain bagi seorang berniat jahat pisau dipakai untuk melakukan tindakan kejahatan.
Pertanyaannya haruskah dibuat undang-undang yang melarang pisau digunakan? Mustahil bukan?
Tak mungkin media sosial yang tersedia di mana saja dan kapan saja dilarang Bawaslu untuk kampanye hanya karena tak terdaftar di KPU. "Jangan kebiri panggung demokrasi kita"!
#salamnonangnonang
@horasindonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.