Salah Kaprah
Jika ditelaah dengan cermat, tidak ada satu pasal pun dalam UU ITE yang melarang masyarakat untuk menyebarkan informasi terkait calon kepala daerah.
UU ITE hanya melarang masyarakat menyebarkan informasi yang tidak benar baik tentang lembaga ataupun orang di media sosial karena hal tersebut berindikasi pada fitnah.
"Tentunya kita sepakat bersama bahwa menyerang calon pasangan lain dalam pilkada melalui fitnah di media sosial merupakan tindakan yang dilarang baik oleh calon kepala daerah bersama tim kampanyenya, maupun oleh masyarakat," kataku.
Namun bila ada larangan dukungan masyarakat kepada calon kepala daerah di media sosial, maka itu bukan merupakan suatu keputusan yang bijak.
Ketidakjelasan ini dikhawatirkan akan menimbulkan kesewenang-wenangan nantinya terhadap masyarakat di media sosial dan secara tidak langsung membungkam peran masyarakat dalam pesta demokrasi.
Mari ambil contoh sederhana. CY meng-update status di medsosnya menjadi “Ayo Maju Calon A”. Atau AC yang men-share suatu berita yang valid tentang calon Z, serta B yang memasang profil picture media sosial menjadi gambar dukungan terhadap calon XY. "Adakah yang salah disitu?” begitu saya menjelaskan ke Frans dan Bardan.
Jika nantinya penyataan Bawaslu benar dilaksanakan, maka setiap orang di media sosial yang bukan merupakan tim kampanye dapat dikenakan pidana karena dianggap melakukan kampanye.
Padahal tindakan menyebarluaskan informasi merupakan hak asasi yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun sebagaimana dijamin oleh Pasal 28F UUD 1945.
"Kalau memang benar ada pernyataan seperti di atas, Bawaslu harus segera meralatnya karena dikhawatirkan terjadi ketidakpastian hukum bagi pengguna media sosial yang mengikuti perkembangan pilkada,", tanya Bardan berusaha menyimpulkan pendapatnya.
"Ya. Kita memang harus sepakat untuk menjunjung tinggi ketertiban dalam kampanye, namun dengan menutup ruang bagi masyarakat dalam turut serta meramaikan lompetisi di pilkada bukanlah solusi terbaik bagi demokrasi," kata Frans menimpali.
Kampanye di media sosial sulit dibendung, animo masyarakat dalam turut serta menikmati proses pesta demokrasi tidak elok jika dilarang.
Tentu perlu ditegaskan bahwa bentuk kampanye hitam memang dilarang dan karenanya diancam sanksi pidana. Tapi apakah kicauan twit, status facebook setiap orang (masyarakat yang memiliki akun medsos) yang menyatakan dukungan kepada pasangan calon dapat dikatakan sebagai kampanye dan hal tersebut harus dipidana?
Pasal 66 PKPU Nomor 12/2016 menjelaskan beberapa larangan dalam kampanye, salah satunya dalam huruf c yakni dilarang melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan atau kelompok masyarakat. Hal tersebut patut dilarang sebab memiliki nuansa kampanye hitam dan jahat.
Pasal 63 UU Pilkada menyiratkan bahwa kampanye itu dilaksanakan sesungguhnya sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab.