Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bermedia Sosial dengan Santun Tanpa "Hoax"...

Kompas.com - 01/12/2016, 21:39 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Maraknya penyebaran informasi berbau fitnah, hasutan, maupun hoax di media sosial membuat resah berbagai kalangan masyarakat.

Berangkat dari keresahan itu, Komunitas Masyarakat Indonesia Anti-Hoax berencana menyusun dan menyosialisasikan code of conduct bagi warga yang ingin bermedia sosial secara santun.

Komunitas yang terdiri dari pegiat media sosial itu pun menggandeng sejumlah tokoh lintas agama, budayawan, akademisi, dan pemerhati untuk mewujudkan rencana tersebut.

Ketua Masyarakat Indonesia Anti-Hoax, Septiaji Eko Nugroho, mengatakan, gerakan sosial ini terbentuk dari keresahan atas penyebaran informasi hoax yang marak terjadi.

Bahkan, tak jarang penyebaran hoax dilakukan oleh mereka yang berpendidikan tinggi.

"Beberapa kali informasi hoax yang viral di media sosial juga memicu keributan, bahkan merembet menjadi kerusuhan fisik, seperti kasus pembakaran tempat ibadah di salah satu kota," ujar Adji melalui keterangan tertulisnya, Kamis (1/12/2016).

"Hal ini bukan saja menghabiskan energi, tetapi juga sangat berpotensi mengganggu keamanan nasional," kata dia. 

Salah satu tokoh lintas agama yang ikut menandatangani Piagam Masyarakat Indonesia Anti-Hoax, Komaruddin Hidayat, menyayangkan banyaknya informasi yang bersifat fitnah tetapi dipercaya.

Bahkan, informasi fitnah tersebut mampu menggerakkan masyarakat untuk melakukan pembunuhan karakter hingga menghujat kepala negara.

"Saya ingin semua ini berakhir, baik dengan penindakan hukum maupun dengan masyarakat, kembali bermedia sosial dengan santun sesuai dengan code of conduct," ucap Komarudin.

Anita Wahid, putri dari Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid, mengatakan, Masyarakat Indonesia Anti-Hoax mewakili keresahan banyak warga.

"Banyak yang kehilangan teman atau hubungan keluarga yang menjadi tidak harmonis akibat informasi hoax," kata Anita.

Selain menyusun code of conduct dalam menggunakan media sosial, kata Anita, komunitas ini juga sedang menyusun rencana jangka panjang yang meliputi roadshow, silaturahim ke tokoh budaya, tokoh agama, dan tokoh pendidikan.

(Baca juga: Polisi Pastikan Ada Pasal Pidana untuk Jerat Penyebar Informasi "Hoax")

Hal tersebut dilakukan untuk menyosialisasikan bahaya penyebaran hoax yang mengancam keutuhan bangsa dengan cara menangkal persebaran informasi yang tidak bertanggung jawab tersebut.

"Gerakan ini ingin menyelamatkan warga dari informasi palsu, fitnah, dan potensi pelanggaran hukum pidana jika menyebarkan hoax. Code of conduct tersebut akan menjadi panduan yang disebar oleh para Duta Anti-Hoax ke masyarakat luas," ujarnya.

HOAKS ATAU FAKTA?

Jika Anda mengetahui ada berita viral yang hoaks atau fakta, silakan klik tombol laporkan hoaks di bawah ini

closeLaporkan Hoaks checkCek Fakta Lain
Berkat konsistensinya, Kompas.com menjadi salah satu dari 49 Lembaga di seluruh dunia yang mendapatkan sertifikasi dari jaringan internasional penguji fakta (IFCN - International Fact-Checking Network). Jika pembaca menemukan Kompas.com melanggar Kode Prinsip IFCN, pembaca dapat menginformasikannya kepada IFCN melalui tombol di bawah ini.
Laporkan
Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com