JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya.
Ia menegaskan bahwa ada ancaman pidana bagi masyarakat yang dengan sengaja menyebarkan informasi palsu atau hoax, yang berpotensi menimbulkan gejolak di masyarakat.
"Jangan melakukan penyebaran informasi hoax, yang tidak benar, yang bisa menyebabkan ketidakamanan di masyarakat. Ini bisa menjadi pelanggaran hukum," ujar Boy di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (21/11/2016).
Pelaku penyebar hoax bisa dijerat Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam pasal tersebut disebutkan, "Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar".
"Oleh karena itu, Polri mengingatkan kepada pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab yang menyebarkan isu demikian tidak melakukan lagi," kata Boy.
Boy meminta masyarakat selektif terhadap informasi yang mereka terima. Masyarakat juga diminta tidak mudah percaya dengan isu-isu yang berkembang di media sosial.
Polri, kata Boy, memberi jaminan keamanan kepada seluruh warga negara jika benar terjadi hal-hal yang menimbulkan keresahan.
"Tidak perlu menghiraukan ajakan atau rush money untuk melakukan pengambilan uang atau sejenisnya," kata Boy.
"Info yang beredar itu tidak mendasar dan dikeluarkan oleh pihak yang dengan sengaja bertujuan untuk menimbulkan keresahan yang dapat mengganggu, termasuk perekonomian negara kita," ucap dia.
(Baca juga: Polri Ancam Akan Tindak Penyebar Kebencian di Media Sosial)
Boy mengatakan, jika mendapatkan pesan berantai yang diragukan kebenarannya, masyarakat diimbau jangan langsung menyebarkannya.
Polisi sebaiknya menjadi pihak pertama yang mengetahui informasi tersebut untuk dicek ulang kebenarannya. Jika itu terbukti hoax, polisi akan mengusutnya.