Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/12/2016, 07:36 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

Kompas TV Setya Novanto Ceritakan Awal Mula Kembali Menjabat

 

Senyum Novanto kembali mengembang saat namanya dipanggil untuk maju ke depan dan mengucap sumpah jabatan dipandu oleh Pelaksana Harian Ketua Mahkamah Agung.

Beberapa elite fraksi dihampirinya untuk berjabat tangan. 

Mereka di antaranya adalah Sekretaris Fraksi Partai Gerindra Fary Djemi Francis, Ketua Fraksi PAN Mulfachri Harahap, Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto, hingga Sekretaris Fraksi PKS Sukamta.

"Saya bersama pimpinan DPR yang lain akan bekerja keras menjaga amanah ini sesuai dengan harapan rakyat. Kami juga akan meningkatkan hubungan yang lebih produktif dengan lembaga tinggi negara yang lain, khususnya dengan Presiden Republik Indonesia," kata Novanto saat membacakan pidatonya.

Didukung 10 fraksi

Langkah Novanto terbilang mulus, super-mulus. Tak ada hambatan yang dihadapinya untuk kembali menjadi pimpinan puncak parlemen.

Sepuluh fraksi di DPR menyetujui keinginan Golkar mengganti Ade Komarudin dengan Novanto.

Meski demikian, ada sejumlah catatan dari fraksi-fraksi.

Anggota Fraksi Partai Gerindra, Supratman Andi Agtas, mengatakan, meski pergantian alat kelengkapan Dewan (AKD) merupakan kewenangan penuh dari Fraksi Partai Golkar, Gerindra berharap pergantian pimpinan DPR tak lagi terjadi pada periode ini.

"Kami berharap ini adalah pergantian yang terakhir dari pimpinan, ketua DPR," ujar Supratman.

Sementara itu, Fraksi Partai Demokrat mengaku masih membutuhkan penjelasan terkait alasan di balik pemberhentian Ade dan pengangkatan Novanto.

Anggota Fraksi Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, mengatakan, banyak konstituen Partai Demokrat yang mempertanyakan hak tersebut.

"Apa alasan diusulkan oleh partai pada yang bersangkutan untuk diberhentikan? Sebab banyak konstituen kami yang bertanya. Kami tidak bisa menjawab karena tidak tahu alasannya," ujar Benny.

Secara keseluruhan, proses yang dilalui Novanto terbilang cepat.

Pada 21 November 2016, rapat pleno DPP Partai Golkar memutuskan kembali menempatkan Novanto sebagai Ketua DPR RI.

Keputusan itu diambil dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi terkait kasus "Papa Minta Saham" yang menyeret nama Novanto.

Keputusan MK tersebut dikuatkan dengan keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI yang tidak pernah menjatuhi hukuman untuk Novanto.

Meski sempat ada perbedaan pendapat dari Dewan Pembina Golkar, pada akhirnya hampir seluruh struktur internal partai bulat mendorong Novanto untuk kembali menjabat DPR 1.

Tak sampai dua pekan, proses ini selesai.

Tak dihadiri Ade Komarudin

Ade tak hadir pada rapat paripurna pergantian Ketua DPR, Rabu sore.

Melalui surat yang dikirimkannya kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Ade, yang biasa disapa Akom, mengatakan, ia tengah menjalani pemeriksaan kesehatan di rumah sakit di Singapura.

"Saya harus melakukan pemeriksaan segera yang tidak bisa ditunda untuk mendapatkan second opinion di rumah sakit di Singapura berdasarkan permintaan dokter dari Indonesia," ujar Akom melalui suratnya.

Ia sempat meminta agar rapat bamus ditunda dan dilaksanakan pada Kamis (1/12/2016).

"Saat rapat, saya sampaikan ke teman-teman dan Idrus Marham (Sekretaris Jenderal Partai Golkar) tolong disampaikan kepada petinggi partai agar disampaikan mohon bamus-nya pada Kamis sore," kata dia.

Akom mengatakan, ia ingin memimpin sendiri rapat paripurna pemberhentian dirinya agar tak menimbulkan prasangka oleh semua pihak.

"Insya Allah akan saya proses dengan baik. Kalau bisa, saya sendiri yang memimpinnya agar tidak menimbulkan fitnah kepada partai dan saya. Ini agar semuanya clear," ujar anggota Dewan lima periode itu.

Namun, permintaan Akom tak dipenuhi. Sidang paripurna tetap digelar.

Pengangkatan Novanto juga tetap dilakukan tanpa kehadiran Akom.

Beberapa jam sebelumnya, MKD DPR menggelar konferensi pers mendadak.

MKD memutuskan pemberhentian terhadap Ade Komarudin dari jabatannya sebagai Ketua DPR akibat akumulasi sanksi ringan pelanggaran etik yang dilakukannya.

Sanksi dijatuhkan bahkan sebelum Akom sebagai terlapor memberikan keterangan.

Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding mengatakan, Akom tak memenuhi dua kali panggilan sehingga keputusan bisa diambil.

"Sesuai hukum acara, maka MKD bisa ambil keputusan secara in absentia," kata Sudding.

Beberapa pihak menganggap keputusan MKD tak tepat. Salah satunya, anggota Fraksi PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan.

Ia menganggap keputusan tersebut tak sesuai prosedur pada tata tertib (tatib).

"Di tatib paling tidak dikasih kesempatan tiga kali untuk tidak hadir. Ini ternyata baru dua kali. Sebenarnya atas nama aturan hukum dan kemanusiaan tidak perlu, tetapi ya sudah seperti itu jalannya," kata Trimedya.

Harapan

Ketua Fraksi Partai Hanura Nurdin Tampubolon, misalnya, berharap kinerja DPR di bawah kepemimpinan Novanto akan semakin baik.

Kemudian, Sekretaris Fraksi PKS, Sukamta, selain berharap kinerja DPR semakin membaik, juga berharap agar penyerapan aspirasi rakyat dapat lebih optimal.

"Kami berharap, dengan pimpinan yang baru, kinerja Dewan bisa lebih baik, aspirasi masyarakat bisa lebih banyak diserap, dan kerja sama antar-fraksi bisa lebih erat," kata Sukamta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com