Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Radikalisme

Kompas.com - 24/11/2016, 08:52 WIB

Oleh: Adjie Suradji

 

Situasi keagamaan di Indonesia belakangan ini sudah semakin mirip situasi keagamaan negara-negara di Timur Tengah yang mempertontonkan intoleransi, kekerasan, dan teror.

Ketika agama yang sakral dicampuradukkan dengan politik yang profan, wajah keduanya jadi berbeda. Kesakralan dan nilai-nilai religiositas agama menjadi ternoda dan mekanisme demokrasi (politik) juga menjadi tak sehat.

Bangsa Indonesia tentu tak menghendaki tragedi seperti di Tunisia, Mesir, Libya, dan Yaman (Arab Spring) terjadi di negeri ini. Namun, jika agama dijadikan senjata politik dan kekerasan terus diteriakkan, rasanya tinggal tunggu waktu Indonesia akan menjadi medan perang (dar-ur harb) seperti Irak dan Suriah.

Dari rangkaian sikap intoleran, kekerasan, dan teror berlatar agama, seperti penyerangan terhadap komunitas Ahmadiyah, pengusiran komunitas Syiah, pembakaran gereja di Singkil, teror bom Thamrin, insiden Tanjung Balai, hingga pelemparan bom di Gereja Oikumene, Samarinda, menunjukkan bahwa kita sebagai bangsa belum bisa hidup bersama dalam pluralitas.

Sikap intoleran, kekerasan, dan teror berlatar agama sebenarnya tak perlu ditutup-tutupi dengan retorika dan dalih: pada dasarnya agama menganjurkan kebaikan, perdamaian, hidup rukun dan saling menghormati, serta agama tak menoleransi perbuatan yang terkutuk dan tercela, semata. Karena, di balik itu semua tentu ada agenda tersembunyi.

Munculnya gagasan purifikasi (pemurnian) agama yang dicetuskan Ibnu Taimiyah (abad ke-12 Masehi), kemudian dihidupkan kembali oleh Muhammad Ibn’ Abd al-Wahhab (1703-1787), yang terus berkembang di Arab Saudi hingga kini, ditengarai menjadi salah satu faktornya.

Di Indonesia, gelombang reformasi telah melahirkan dinamika baru dalam gerakan keberagamaan. Gerakan baru keberagamaan tak lagi didominasi produk lokal, tetapi juga muncul wajah-wajah transnasional. Wahhabisme dengan programnya, ”Wahhabisasi Global”, justru diteriakkan lebih lantang dan eksklusif. (Politik Islam di Era Kebangkitan, Shireen T Hunter, 2001)

Sayang, dalam menyikapi persoalan ini pemerintah terkesan ambigu. Di satu sisi gencar meneriakkan slogan ”NKRI harga mati”, tetapi sisi lain selalu memberi ruang kepada kelompok radikal yang berwajah transnasional bebas mempertontonkan eksistensinya mengusung penegakan khilafah.

Jangan anggap sepele

Tak terlalu sulit untuk menemukan ”siapa berbuat apa” di negeri ini. The Pew Research Center (2015)telah merilis hasil surveinya yang menyatakan bahwa 10 juta warga Indonesia berpaham radikal. Namun, kultur hukum negeri ini seakan sudah rusak oleh kaum intoleran yang gemar menebar kekerasan.

Akibatnya, situasi keberagamaan yang moderat, toleran, dan akomodatif—sebagaimana karakter dua organisasi keagamaan arus utama, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama—menjadi rusak. Artinya, ancaman disintegrasi bangsa menjadi semakin nyata.

Adagium, ”jangan pernah memelihara singa di kandang domba—seekor singa bisa membunuh ribuan domba”, bisa dibaca bahwa pemerintah jangan menganggap sepele dan jangan sampai terlambat. Salah menginterpretasikan atau justru gagal mengantisipasi pergerakan kelompok radikal berjubah agama, risikonya terlalu mahal.

India dan Pakistan memiliki catatan sejarah buruk. Krisis Golden Temple (1984) antara radikalis Hindu dan pemerintah adalah mimpi buruk India. Krisis Masjid Lal (2007) antara radikalis Suni dengan pemerintah adalah mimpi buruk Republik Islam Pakistan. Bahkan, hingga sekarang, teror kelompok radikal masih menjadi hantu mengerikan bagi Pemerintah Pakistan menyusul serangan maut di Akademi Kepolisian Quetta (24/10) yang menewaskan 60 taruna polisi dan bom bunuh diri di Kuil Sufi Balochistan (12/11) yang menewaskan 52 orang.

Untuk alasan apa pun jangan biarkan dan jangan beri ruang kelompok radikal tumbuh dan berkembang. Negara tak boleh kalah. Indonesia sudah darurat radikalisme. Dalam empat bulan terakhir terjadi empat kali serangan teror dengan pola lone wolf—serigala sendirian, yaitu di Markas Polresta Solo (5/7), di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Medan (28/8), pos polisi di Tangerang (20/10), dan di Gereja Oikumene, Samarinda (13/11).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

Nasional
Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Nasional
Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Nasional
Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Nasional
UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

Nasional
Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Nasional
Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Nasional
Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com