JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani segera membentuk dan mengumumkan tim reformasi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Sri mengatakan, tim itu akan mereformasi dan memperbaiki tata kelola Ditjen Pajak. Reformasi diperlukan guna menghindarkan Ditjen Pajak dari praktik korupsi.
Pembentukan tim reformasi ini sebagai reaksi Kemenkeu terkait penangkapan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Handang tersangkut kasus suap.
(Baca: KPK Tahan Dua Tersangka Kasus Dugaan Suap Pejabat Ditjen Pajak)
"Ada lima langkah strategis, yang akan dilakukan tim reformasi dalam memperbaiki tata kelola Ditjen Pajak" ujar Sri usai konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/11/2016).
Salah satu langkah tersebut, kata Sri, yakni melakukan pembenahan terhadap sumber daya manusia (SDM).
Sri menuturkan, pembenahan itu penting dilakukan mengingat SDM Ditjen Pajak harus memiliki integritas.
Langkah reformasi kedua, lanjut Sri, akan dilakukan peningkatan sistem informasi dan basis data perpajakan.
Peningkatan tersebut dilakukan untuk membantu Ditjen Pajak mengidentifikasi kewajiban wajib pajak secara obyektif.
"Ini membantu kami mengurangi interaksi dari aparat pajak secara tidak perlu yang kemudian bisa menimbulkan transaksi seperti yang terjadi pada OTT ini," ucap Sri.
Reformasi selanjutnya dilakukan melalui perbaikan bisnis proses dalam Ditjen Pajak. Menurut Sri, perbaikan bisnis proses secara transparan dapat meningkatkan kualitas Ditjen Pajak.
"Sehingga wajib pajak juga punya kepastian dan aparat pajak juga punya disiplin bahwa mereka tidak menganggap wajib pajak yang punya sengketa pajak adalah lahan yang bisa digarap secara pribadi," kata Sri.
Langkah selanjutnya, tambah Sri, memperbaiki struktur kelembagaan Ditjen Pajak.
Pengkajian ulang struktur tersebut rencananya dilakukan mulai dari Kantor Pajak Pratama, Kantor Wilayah, hingga Kantor Pusat.
Selain itu, reformasi juga akan dilakukan melalui perbaikan Undang-undang (UU) mengenai perpajakan.
"Termasuk UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sedang dalam proses pembahasan dengan dewan," tutur Sri.
Sri mengaku mereformasi Ditjen Pajak bukan perkara mudah. Untuk itu, pembentukan tim reformasi Ditjen Pajak akan melibatkan berbagai pihak dari internal maupun eksternal.
KPK jadi salah satu lembaga yang dilibatkan dalam tim reformasi tersebut. "Ada dari internal. Saya ingin dari luar juga untuk melakukan konsultasi. KPK nanti akan kita libatkan," ucap Sri.
Dengan pembentukan tim reformasi, Sri berharap dapat menjadi komitmen Kemenkeu mengembalikan kepercayaan publik terkait sektor perpajakan.
"Kasus seperti OTT ini dan kasus Gayus terus mengecewakan kita tapi kami tidak akan menyerah perbaiki institusi," ujar Sri.
Sebelumnya diberitakan, KPK menangkap tangan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Senin (21/11/2016) malam.
(Baca: Ini Kronologi Tangkap Tangan KPK Terhadap Pejabat Ditjen Pajak)
Handang ditangkap bersama Country Director PT E.K Prima Ekspor Indonesia, R. Rajamohanan Nair ketika melakukan transaksi suap di Springhill Residence, Kemayoran, Jakarta.
Keduanya ditangkap terkait dugaan suap sebesar Rp 6 miliar. Uang tersebut diduga untuk menghilangkan kewajiban pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar.
Dalam OTT, KPK mengamankan uang sejumlah USD 148.500 atau setara Rp 1,9 miliar.
Adapun suap tersebut merupakan tahap pertama dari total Rp 6 miliar yang akan dibayarkan Rajamohanan kepada Handang.
(Baca: Ketua KPK Prihatin Ada Praktik Suap untuk Hilangkan Kewajiban Pajak)
Baik Rajamohannan maupun Handang kini berstatus tersangka.
Sebagai penyuap, Rajamohanan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Handang yang disuap dijerat Pasal 12 huruf (a) dan huruf (b) serta Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.