JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung menemukan titik terang kasus dugaan korupsi dalam penerimaan kelebihan bayar atas pembayaran pajak PT. Mobile 8 Telecom (PT. Smartfren) Tahun Anggaran 2007-2009.
Dalam waktu dekat, Kejagung akan menerbitkan surat perintah penyidikan khusus untuk penetapan tersangka.
"Dalam waktu dekat Jampidsus akan menetapkan tersangkanya," ujar Prasetyo di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/10/2016).
Namun, Prasetyo enggan mengungkap identitas calon tersangka.
Ia mengatakan, penyidik telah menerima hasil audit dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terkait kasus ini. Jumlah kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 86 miliar.
Prasetyo juga mengungkapkan, Kejagung akan kembali memanggil mantan Komisioner PT Mobile 8 Hary Tanoesoedibjo, jika diperlukan keterangannya.
(Baca: Hary Tanoe: Saya Pastikan Tidak Akan Jadi Tersangka Mobile 8)
"Kalau diperlukan akan diperiksa, setidaknya dimintai keterangan," kata Prasetyo.
Sebelumnya, penyidik pernah memeriksa Hary pada 17 Maret 2016.
Ia dikonfirmasi soal kesaksian mantan staf Hary, Hidayat, terkait instruksi pencairan dan pendistribusian uang.
Namun, CEO MNC Group itu lebih banyak menjawab lupa dan tidak tahu.
Hary mengaku tidak tahu yang membuat Mobile 8 menjadi perkara karena itu merupakan kegiatan operasional perusahaan.
Meski begitu, ia meyakini bahwa tidak ada yang salah dalam perpajakan Mobile 8.
Kasus ini bermula saat Kejaksaan Agung menemukan transaksi fiktif antara Mobile 8 dan PT Jaya Nusantara pada rentang 2007-2009.
Saat itu, PT Mobile 8 mengerjakan proyek pengadaan ponsel berikut pulsa dengan nilai transaksi Rp 80 miliar.
(Baca: Hary Tanoe Tegaskan Dirinya Tak Terlibat Urusan Operasional Mobile 8)
PT Jaya Nusantara Komunikasi ditunjuk sebagai distributor pengadaan. Namun perusahaan tersebut ternyata tak mampu membeli barang dalam jumlah itu.
Akhirnya, transaksi pun direkayasa seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice sebagai fakturnya.
Pada pertengahan 2008, PT Djaya Nusantara Komunikasi menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 dengan total nilai sekitar Rp 114 miliar.
Faktur pajak itu diterbitkan agar seolah-olah terjadi transaksi pada dua perusahaan.
Faktur pajak itu kemudian digunakan PT Mobile 8 untuk mengajukan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada negara melalui KPP di Surabaya agar perusahaannya masuk bursa Jakarta pada 2009.
PT Mobile 8 akhirnya menerima pembayaran restitusi meski tidak berhak karena tidak ada transaksi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.