JAKARTA, KOMPAS.com -Survei Litbang Kompas menunjukkan, secara umum, tingkat keyakinan publik terhadap pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menunjukkan angka sekitar 80 persen untuk semua bidang.
Angka ini terlihat di semua bidang penilaian, yakni hukum, ekonomi, politik, dan kesejahteraan sosial.
Disarikan dari Kompas, 21 Juli 2016, tingkat keyakinan perbaikan kondisi politik dan keamanan pada Oktober 2016 mencapai 80,5 persen.
Pada April 2015, sempat berada di angka 61 persen dan cenderung stagnan hingga akhir tahun.
Namun, tren cenderung meningkat memasuki tahun 2016.
Pada awal 2015 hingga pertengahan tahun, konstelasi politik masih cukup hangat.
Sejumlah isu politik di antaranya hubungan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dengan Koalisi Merah Putih (KMP), ketegangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri, serta usulan nama calon Kepala Polri oleh Presiden.
(Baca: Survei "Kompas": 61 Persen Publik Puas Kinerja Pemerintah, Citra Jokowi Makin Positif)
Kondisi politik yang gaduh itu juga diperparah dengan nuansa pelambatan ekonomi secara nasional.
Harga sejumlah barang pokok dan transportasi telanjur naik setelah sempat ada penaikan harga BBM pada awal tahun.
Meski kemudian harga BBM diturunkan lagi, tetapi tak memperbaiki posisi harga barang-barang.
Sejumlah kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) juga terjadi akibat penutupan beberapa pabrik.
Posisi Presiden dan kabinetnya semakin kuat dengan masuknya Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional di pemerintahan.
Dua partai tersebut pada awalnya tergabung dalam KMP sebagai oposisi pemerintah.
Alih-alih tersandera kekuatan politik lawan, kini pemerintah seperti melenggang melaksanakan sejumlah program unggulan seperti infrastruktur dan perbaikan kawasan terluar.
Hingga kini, tercatat empat tahap pergantian susunan Kabinet Kerja.
Selain meredam kegaduhan politik dan konflik antarlembaga, langkah-langkah ini juga makin memperkuat posisi Presiden.
Konsolidasi politik yang dilakukan dengan memperkuat basis dukungan di DPR terbukti efektif meredam gangguan atas program pembangunan yang melibatkan persetujuan DPR.
Persoalan politik dan keamanan
Terdapat sejumlah persoalan di bidang politik dan keamanan yang dianggap mendesak untuk segera dipecahkan.
Persoalan kriminalitas memiliki angka tertinggi dengan 8 persen.Disusul persoalan keamanan warga masyarakat dengan 6,83 persen.
Permasalahan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) juga dianggap mendesak.
Sebanyak 6,75 persen responden menilai permasalahan tersebut patut mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
Sementara, 6,33 persen responden juga menilai terorisme menjadi permasalahan yang paling mendesak.
Adapun persoalan mendesak lainnya adalah masalah kedaulatan wilayah RI (5,08 persen) dan Perlindungan TKI (4,17 persen).
Namun, penilaian masyarakat terhadap persoalan yang paling mendesak di bidang politik dan keamanan cenderung menyebar pada beberapa isu.
Sebab, sebanyak 37, 64 persen tak memilih lima persoalan yang telah disebutkan.
Survei untuk mengukur kinerja pemerintahan ini dilakukan secara tatap muka pada 1.200 koresponden yang sama secara periodik oleh Litbang "Kompas", dan kali ini dilakukan pada 29 September-9 oktober 2016.
Populasi survei ini adalah warga Indonesia berusia di atas 17 tahun, responden dipilih secara acak bertingkat di 32 provinsi.
Tingkat kepercayaan 95 persen, "margin of error" penelitian +/- 2,8 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.