Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Pemilu Segera Diserahkan ke DPR, Ini Poin-poin Krusial yang Telah Dipetakan

Kompas.com - 21/10/2016, 06:06 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) akan segera dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat.

Diperkirakan, draf RUU Pemilu akan disampaikan pekan ini atau selambat-lambatnya awal pekan depan.

Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman usai berkomunikasi dengan Menteri Sekretariat Negara Pratikno.

"Katanya hari Sabtu paling telat masuk. Atau diagendakan hari kerja, hari Senin berarti," ujar Rambe saat dihubungi, Kamis (20/10/2016).

Pembahasan RUU Pemilu memang masih terus molor. Pemerintah sempat menjanjikan akan menyerahkan draf pada bulan Juli, namun kemudian mundur sampai September.

Hingga saat ini, DPR masih belum menerima draf tersebut. (Baca: RUU Pemilu Disebut Akan Diserahkan ke DPR Pekan Ini)

Meski pembahasan belum dimulai, namun sejumlah pihak sudah mulai memetakan poin-poin apa saja yang akan menjadi pembahasan krusial dalam UU Pemilu.

Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria menyebutkan, ada sejumlah partai yang menginginkan agar jumlah partai politik di parlemen diatur kembali.

Namun, poin tersebut diprioritaskan, sehingga syarat dan aturan pemilu nantinya menyesuaikan.

Keinginan tersebut diakomodasi peningkatan batas ambang parlemen atau parliamentary threshold.

Partai Nasdem misalnya, konsisten menginginkan agar PT dinaikkan dari yang saat ini 3,5 persen menjadi 7 persen. Sementara PKB menginginkan agar angkanya naik menjadi 9 persen.

(Baca juga: Munculkan Ambang Batas Pilpres 2019, Pemerintah Dinilai Bawa Kepentingan Parpol)

Namun, peningkatan angka PT akan menyebabkan jumlah partai di parlemen semakin sedikit. Potensi banyak suara terbuang pun semakin tinggi.

"Tapi harus dipikirkan, perlu ada partisipasi publik. Jangan sampai suara rakyat tidak terakomodir di legislatif," kata Riza.

Poin krusial lainnya adalah soal sistem pemilu. Sebagian menginginkan sistem pemilu dikembalikan menjadi tertutup. Namun sebagian lainnya menilai sistem pemilu terbuka saat ini sudah ideal.

"Partai-partai lama seperti PDI-P, Golkar, PKS, PKB, maunya tertutup," tuturnya.

Jumlah daerah pemilihan juga dipertimbangkan untuk diatur kembali. Beberapa pertimbangan mendasar adalah jumlah kursi, jumlah penduduk, luas wilayah, dan lainnya.

Namun, Riza menambahkan, mengenai jumlah dapil, mayoritas partai besar menginginkan agar jumlah dapil dibuat sebanyak mungkin. Sebab, jumlah kursi mereka bisa bertambah.

Sedangkan, partai menengah ke bawah tentu tidak menginginkan hal tersebut. Jika jumlah dapil ditambah, maka potensi mereka mendapatkan kursi akan berkurang.

"Lagi-lagi ini kepentingan politik yang dirasionalkan, tarik-tarikan begitu, tinggal kuat-kuatan," ucap Riza.

Partai Golkar sempat mencuri start membahas mengenai pemekaran dapil. Dalam Rapat Koordinasi Teknis pemenangan pemilu September lalu, berkembang masukan agar jumlah dapil ditambah.

Koordinator Bidang (Korbid) Pemenangan Pemilu Indonesia I, Nusron Wahid mencontohkan Sumatera Utara yang dibagi menjadi tiga dapil dengan 10 kursi DPR RI di masing-masing dapil.

Menurut dia, akan menjadi lebih baik jika kursi yang diperebutkan hanya tiga hingga enam kursi, namun jumlah dapilnya dimekarkan hingga lima dapil. 

(Baca juga: Golkar Usulkan Pemekaran Dapil dalam Pemilu)

Poin mengenai politik uang, tambah Riza, juga perlu dibahas. Pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, sanksi pelanggaran politik uang bisa berujung pada diskualifikasi.

Hal tersebut, menurut dia, bisa diterapkan pada RUU Pemilu.

Penilaian pemerintah

Dari pihak pemerintah, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Soni Sumarsono berpendapat sama dengan Riza.

Poin-poin yang diprediksi akan menjadi pembahasan yang ruwet adalah mengenai sistem pemilu terbuka atau tertutup, serta penetapan dapil.

"Untuk mendefinisikan kembali, itu pasti juga akan banyak kepentingan antar partai politik. Itu yang saya kira paling siginifikan muncul dalam isu pembahasan ini," tuturnya.

Soni menambahkan, pembahasan akan berupaya seproporsional mungkin. Tidak mementingkan partai besar maupun kecil. Dari poin-poin krusial yang ada alan dicari titik komprominya.

"Jadi bukan bicara dalam konteks partai kecil yang diuntungkan, partai besar yang diuntungkan. Tapi lebih kepada perspektif keadilan proporsional. bagaimana keterwakilan itu menjadi betul-betul proporsional," ujar Soni.

"Karena 50 persen pandangan pemilu itu kan pemerintah. 50 persen lagi partai-partai. Di sini lah letak komprominya untuk mencari posisi yang imbang antara dewan dan pemerintah," tutup dia.

Kompas TV Golkar Usung Jokowi Jadi Capres 2019
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com