JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) akan segera dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat.
Diperkirakan, draf RUU Pemilu akan disampaikan pekan ini atau selambat-lambatnya awal pekan depan.
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman usai berkomunikasi dengan Menteri Sekretariat Negara Pratikno.
"Katanya hari Sabtu paling telat masuk. Atau diagendakan hari kerja, hari Senin berarti," ujar Rambe saat dihubungi, Kamis (20/10/2016).
Pembahasan RUU Pemilu memang masih terus molor. Pemerintah sempat menjanjikan akan menyerahkan draf pada bulan Juli, namun kemudian mundur sampai September.
Hingga saat ini, DPR masih belum menerima draf tersebut. (Baca: RUU Pemilu Disebut Akan Diserahkan ke DPR Pekan Ini)
Meski pembahasan belum dimulai, namun sejumlah pihak sudah mulai memetakan poin-poin apa saja yang akan menjadi pembahasan krusial dalam UU Pemilu.
Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria menyebutkan, ada sejumlah partai yang menginginkan agar jumlah partai politik di parlemen diatur kembali.
Namun, poin tersebut diprioritaskan, sehingga syarat dan aturan pemilu nantinya menyesuaikan.
Keinginan tersebut diakomodasi peningkatan batas ambang parlemen atau parliamentary threshold.
Partai Nasdem misalnya, konsisten menginginkan agar PT dinaikkan dari yang saat ini 3,5 persen menjadi 7 persen. Sementara PKB menginginkan agar angkanya naik menjadi 9 persen.
(Baca juga: Munculkan Ambang Batas Pilpres 2019, Pemerintah Dinilai Bawa Kepentingan Parpol)
Namun, peningkatan angka PT akan menyebabkan jumlah partai di parlemen semakin sedikit. Potensi banyak suara terbuang pun semakin tinggi.
"Tapi harus dipikirkan, perlu ada partisipasi publik. Jangan sampai suara rakyat tidak terakomodir di legislatif," kata Riza.
Poin krusial lainnya adalah soal sistem pemilu. Sebagian menginginkan sistem pemilu dikembalikan menjadi tertutup. Namun sebagian lainnya menilai sistem pemilu terbuka saat ini sudah ideal.
"Partai-partai lama seperti PDI-P, Golkar, PKS, PKB, maunya tertutup," tuturnya.