JAKARTA, KOMPAS.com - Gerakan Pemuda (GP) Ansor terus memperkuat peran dalam menangkal pengaruh radikalisme dan terorisme. Salah satunya dengan mengamankan masjid-masjid dari kelompok radikal.
Sekjen GP Ansor Adung A. Rochman mengatakan, kelompok-kelompok intoleran selalu menjadikan masjid sebagai sarang untuk menyebar paham radikalisme dan melakukan proses perekrutan anggota baru.
“Kelompok-kelompok radikal Islam pasti hulunya tidak jauh-jauh dari masjid. Kader Ansor dan Banser (Barisan Ansor Serbaguna) NU sudah memperkuat masjid agar tidak dijadikan sarang bagi kelompok perekrut kelompok radikal,” ujar Adung saat ditemui seusai pertemuan dengan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (27/9/2016).
Selain memperkuat masjid, GP Ansor juga menjadikan puluhan ribu pesantren NU di seluruh Indonesia sebagai benteng pertahanan NKRI dalam memperkuat generasi muda supaya tidak terbujuk aktivitas radikal.
GP Ansor sebagai salah satu ormas pemuda Islam yang cukup moderat, selalu berupaya memperkuat pemahanan generasi muda dalam beragama.
Hal tersebut dilakukan supaya generasi muda tidak terbujuk dengan aktivitas radikal melalui serangakaian pendidikan keagamaan yang toleran.
"Kami terus memperkuat kalangan generasi muda supaya tidak terbujuk aktivitas radikal. Memperkuat dengan mengadakan diklat-diklat, mengadakan kegiatan-kegiatan positif, kegiatan keagamaan. Ini termasuk mencegah di pangkalnya," jelasnya.
Saat melakukan pertemuan dengan Menko Polhukam Wiranto, Adung menyampaikan komitmen GP Ansor yang selalu mendukung pemerintah untuk menegakkan eksistensi Pancasila dan NKRI.
Adung meminta Pemerintah menindak tegas kelompok-kelompok atau organisasi masyarakat intoleran yang menyebar paham-paham radikalisme.
Langkah tersebut perlu dilakukan untuk menghadapi tantangan dalam penanggulangan radikalisme saat ini, di mana UU Anti-Terorisme masih dalam proses perubahan.
Pasalnya, aparat keamanan belum memiliki wewenang melakukan penangkapan terhadap pelaku sebelum peristiwa teror terjadi.
“Kami meminta Menko Polhukam untuk mengambil tindakan tegas terhadap kelompok-kelompok yang nyata-nyata ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan dasar negara lain, misalnya khilafah Islamiyah,” kata Adung.
“Pak Menko bilang memang ada kesulitan dalam mengambil tindakan yang cepat karena belum ada revisi UU Anti-Terorisme yang bisa memungkinkan aparat bergerak sebelum kejadian. Kalau sekarang kan tantangannya (pelaku) tidak bisa ditangkap sebelum kejadian,” tambahnya.