JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Laode Ida mengusulkan agar DPD tak terburu-buru memberhentikan Irman Gusman sebagai Ketua DPD.
Hal itu menyikapi penetapan Irman sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) atas dugaan suap terkait pengurusan kuota gula impor.
Laode menilai, Irman masih memiliki hak untuk mengajukan praperadilan sehingga keputusan penghentian Irman sebaiknya menunggu keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Biar saja (Irman) vakum dulu jadi ketua. Kepemimpinan DPD itu kolektif. Dua orang bisa memimpin bergantian, berperan sebagai ketua," ujar Laode di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/9/2016).
Jika DPD langsung mengambil sikap untuk memberhentikan Irman, kata Laode, langkah tersebut justru ceroboh.
(baca: Irman Gusman, Peraih Bintang Tanda Jasa yang Kini Berurusan dengan KPK)
Pasalnya, kasus yang disangkakan kepada Irman tak berkaitan dengan kewenangan Ketua DPD. Jika mengambil sikap terburu-buru, citra DPD dikhawatirkan justru akan semakin buruk.
"Itu akan terlihat bahwa sebetulnya DPD ada yang bermain di dalamnya untuk cepat menyingkirkan Irman Gusman," ujar Laode.
"Karena ternyata Irman akan dianggap sebagai produk mainan internal untuk menyingkirkannya secara cepat dan menggantikannya dengan orang-orang baru yang mungkin bermain seperti Pak Irman Gusman," sambung dia.
Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD AM Fatwa sebelumnya menyatakan pihaknya berharap Irman mengundurkan diri sebelum diberhentikan dari posisinya sebagai Ketua DPD.
(baca: BK DPD Minta Irman Gusman Mengundurkan Diri, daripada Dicopot)
Jika tidak mengambil inisiatif mengundurkan diri terlebih dahulu, Irman akan diberhentikan secara tidak hormat.
"Apalagi Pak Irman merupakan orang yang pernah diberi gelar Tanda Jasa Bintang Mahaputera Adipradana yang artinya beliau akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Kalau beliau diberhentikan secara tidak hormat tentu tidak elok," kata Fatwa.
KPK menangkap Irman bersama Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, istri Xaveriandy, yaitu Memi, dan adik Xaveriandy, yaitu Willy Sutanto.
Penyidik KPK juga mengamankan uang Rp 100 juta yang dibungkus plastik berwarna putih.
(baca: Menurut Pengacara, Irman Tak Tahu Ada Uang Dalam Bingkisan yang Diterima)
Uang tersebut diduga merupakan suap dari Xaveriandy kepada Irman untuk pengurusan kuota gula impor yang diberikan Bulog.
Berdasarkan gelar perkara yang dilakukan pimpinan KPK dan penyidik, Irman, Xaveriandy, dan Memi ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara suap ini.
(baca: Pengacara Anggap Uang Rp 100 Juta Bukan "Kelas" Irman Gusman)
Awalnya, KPK menangani perkara lain milik Xaveriandy, yaitu penangkapan 30 ton gula pasir tanpa label Standar Nasional Indonesia (SNI) yang tengah berjalan di Pengadilan Negeri Padang.
Dalam perkara tersebut, KPK pun menetapkan Xaveriandy sebagai tersangka karena diduga memberi suap Rp 365 juta kepada Farizal, jaksa dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.