Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suara Parpol Ihwal Usulan Hasil Pileg 2014 Jadi Syarat Pilpres 2019

Kompas.com - 15/09/2016, 07:30 WIB
Nabilla Tashandra,
Rakhmat Nur Hakim

Tim Redaksi

Partai Nasdem

Salah satunya Partai Nasdem. Ketua DPP Partai Nasdem Johnny G Plate mengakui, usulan itu memunculkan kekhawatiran dari partai baru tidak dapat mengusung calon presiden pada pemilu mendatang.

(Baca: Nasdem Kaji Usulan Hasil Pileg 2014 Jadi Syarat Capres 2019)

"Yang penting harus dijaga unsur fairness karena sebetulnya Pileg dan Pilpres 2019 merupakan pemilu yang sama sekali baru. Hak dan kewajiban setiap parpol perlu seimbang dan sama," kata Johnny.

Partai Golkar

Senada dengan Nasdem, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan pihaknya menunggu terlebih dahulu RUU Pemilu diajukan pemerintah ke DPR.

"Sampai sekarang kan belum sampai. Nanti kami akan mengkaji apa argumentasinya," kata Idrus.

(Baca: Meski Dirugikan, Golkar Tak Buru-buru Tolak RUU Pemilu Usulan Pemerintah)

Terkait hal tersebut, Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menuturkan, idealnya tak perlu ada batasan terhadap syarat pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Dalam konteks keserentakan Pemilu, kata dia, terdapat kesempatan yang sama antar partai politik dalam proses pemilihan pejabat eksekutif yang mempengaruhi keterpilihan anggota legislatif.

Sehingga, diperlukan suatu kondisi dimana setiap partai politik memiliki pasangan calon yang diusung.

"Tidak perlu ada syarat minimal jumlah kursi atau raihan suara Pemilu sebelumnya yang dijadikan acuan untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden," ujar Masykurudin.

Usulan tersebut, menurutnya, akan membuat partai politik kecil cenderung mengikuti kemauan partai besar yang berujung pada dominasi partai besar. Untuk menghindari monopoli dukungan, ia pun mengusulkan agar ada pembatasan koalisi partai politik pengusung

"Misalnya tidak boleh melampaui 40 persen dari kursi legislatif yang dimiliki partai politik," tutup Masykurudin.

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum Ramlan Surbakti menilai usulan Mendagri memiliki dasar yang kuat jika berkaca pada Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Jika mengacu pada UUD 1945, presiden dan wakil presiden memang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

"Jadi bisa saja usulan Mendagri dipakai karena punya pendasaran yang kuat dari undang-undang dan UUD. Tetapi bisa juga dalam penyusunan RUU Pemilu yang baru dibuat format yang berbeda," ujar Ramlan saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/9/2016) malam.

Ramlan berpendapat seyogianya calon presiden diusung oleh partai yang telah memiliki dukungan riil berupa suara.

Hal tersebut tentu tak bisa diperoleh di Pemilu Legislatif 2019 sebab berlangsung serentak dengan pemilu presiden.

Dengan kata lain hasil Pemilu Legislatif 2014 menajdi alternatif.

Menurut Ramlan hal itu penting dilakukan agar calon presiden yang diusung memiliki modal dukungan yang jelas dan memang mewakili aspirasi rakyat.

Sebab jika terlalu banyak calon presiden tanpa dukungan politik riil justru akan menambah polemik. Dia menambahkan jika nantinya Pemerintah dan DPR menginginkan format yang baru pun tak jadi soal.

"Soal mekanisme pencalonan presiden itu bukan keputusan konstitusi tapi kebijakan publik, sehingga wajar bila di dalamnya terdapat proses politik di antara partai-partai yang ada dengan Pemerintah," lanjut Ramlan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com