Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bebani Koruptor dengan Biaya Sosial

Kompas.com - 14/09/2016, 11:28 WIB

Pengganti kerusakan

Ahli ekonomika kriminalitas yang juga Kepala Laboratorium Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Rimawan Pradiptyo merupakan pakar yang membantu KPK menghitung kerugian ekonomi korupsi dalam kajian biaya sosial korupsi.

Menurut Rimawan, sudah seyogianya biaya sosial korupsi dibebankan kepada terpidana sebagai pengganti kerusakan karena tindakannya.

Di beberapa negara maju, prinsip perhitungan biaya sosial tersebut sudah tecermin dalam putusan hakim.

Rimawan menuturkan, pembebanan biaya sosial korupsi bisa membuat orang yang rasional berpikir lebih jauh karena keuntungan dari korupsi akan jauh lebih rendah dibandingkan biaya sosial yang harus dibayarkan jika ia korupsi.

”Pertanyaannya sering kali kejam sekali hukuman (biaya sosial korupsi), tetapi apakah kita mau terus menyubsidi koruptor? Uang yang dikorupsi itu dari pajak,” katanya.

Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan siap menerapkan biaya sosial korupsi di kejaksaan apabila ada payung hukumnya.

Namun, ia mengusulkan penerapan hal itu disertai dengan aturan yang jelas dalam proses pembayaran atau cara eksekusinya.

Pasalnya, untuk uang pengganti saja, kejaksaan kerap kesulitan mengeksekusinya karena aset terpidana tidak cukup atau masih terlibat sengketa.

Piutang kejaksaan pun terus membengkak. Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan, piutang uang pengganti kejaksaan saat ini mencapai Rp 15,7 triliun.

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Ridwan Mansyur mengatakan, jika tujuan hukuman biaya sosial itu untuk memberikan efek jera kepada koruptor, MA pada dasarnya tidak keberatan hukuman itu diterapkan.

Ridwan menuturkan, MA bisa saja mengeluarkan Peraturan MA (Perma) untuk mengatur pidana baru tersebut dalam rangka pemberian efek jera untuk kasus korupsi karena Perma juga memiliki kekuatan mengikat di dalam sistem peradilan pidana.

”Syukur-syukur jika ketentuan soal hukuman biaya sosial itu diatur di dalam UU, daripada di dalam peraturan bersama di antara institusi penegak hukum, atau di dalam Perma. Sebab, UU sifatnya lebih kuat,” katanya.

Pakar hukum dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, mengusulkan, ”Jika memang berencana menggunakan konsep biaya sosial korupsi, sebaiknya dituangkan dalam revisi UU Tipikor.

Jadi, jika ingin melakukan perubahan terhadap UU itu, sebaiknya memang yang seperti ini sehingga pemberantasan korupsi berjalan optimal.”

Indriyanto juga berharap biaya sosial korupsi ini diimplementasikan sebagai social direct beneficiary (masyarakat sebagai penerima langsung manfaat) sehingga wujudnya dapat langsung dirasakan masyarakat. (GAL/IAN/REK/APA/AGE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com