JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Asrorun Niam meminta Polri menjerat tersangka pemalsuan vaksin dengan undang-undang perlindungan anak.
Kasus ini, kata Asrorun, jangan hanya dilokalisasi hanya kepada kejahatan pemalsuan.
"Penanganan hukumnya jangan hanya berhenti kepada persoalan pemalsuan semata karena vaksin palsu harus dibaca lebih luas yaitu ancaman terhadap perlindungan anak untuk memperoleh hak kelangsungan hidup dan juga hak tumbuh kembang anak," ujar Asrorun di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/8/2016).
Selain itu, menurut Asrorun, fenomena vaksin palsu pun akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap fasilitas kesehatan.
(Baca: Bareskrim Limpahkan Empat Berkas Pencucian Kasus Vaksin Palsu ke Kejagung)
Orangtua terus dipenuhi rasa khawatir anaknya diberi vaksin palsu. "Jangan hanya disimplikasi persoalan ini tidak bahaya, ini bahannya hanya infus semata, tetapi ini sudah secara nyata melahirkan keresahan di tengah masyarakat," kata Asrorun.
Padahal, kata Asrorun, pemberian vaksin merupakan pemenuhan dasar bagi bayi dan balita agar kebal dari penyakit.
Oleh karena itu, negara harus menjamin penyediaan vaksin yang aman dengan harga terjangkau.
"Ini harus disosialisasikan kepada masyarakat jangan sampai kemudian muncul kesan di tengah masyarakat vaksin yang murah tidak aman sehingga masyarakat rela membayar mencari alternatif," kata Asrorun.
"Ini bagian dari jaminan perlindungan anak yang harus diberikan oleh negara," lanjut dia.
Bareskrim Polri menetapkan 25 tersangka dalam kasus vaksin palsu. Mereka terdiri dari produsen, distributor, pengumpul botol, pencetak label vaksin, bidan, dan dokter.
(Baca: Menkes: 1.500 Anak Terkena Vaksin Palsu)
Sebanyak tujuh diantaranya selaku produsen dikenakan pasal pencucian uang. Sejauh ini, penyidik telah memeriksa puluhan saksi dari berbagai pihak, mulai dari distributor vaksin, perawat, hingga dokter.
Penyidik juga telah mendengar keterangan dari tujuh ahli pidana, ahli perlindungan konsumen, dan juga dari Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan.