Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Birokrasi Kurang Profesional

Kompas.com - 29/08/2016, 19:48 WIB

Klarifikasi Kemdikbud

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Sumarna Surapranata menjelaskan bahwa pada bulan Oktober 2015, pemerintah menyetujui anggaran tunjangan profesi guru pegawai negeri sipil daerah (TPG PNSD) sebesar Rp 71 triliun untuk 1,6 juta guru yang bersertifikasi. Namun, jumlah itu belum melihat sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) di provinsi.

Jumlah silpa itu didapat dari laporan provinsi pada pemerintah pusat. Sumarna mengatakan, laporan semestinya sudah masuk ke Kemenkeu sejak akhir 2014.

Namun, beberapa provinsi baru menyetor laporan secara lengkap Mei 2016. Setelah laporan daerah lengkap, terungkap ada silpa Rp 23 triliun.

”Laporan memperlihatkan ada guru-guru yang pensiun, meninggal, beralih ke profesi lain, mutasi, tidak dapat memenuhi beban mengajar 24 jam, dan tidak linier dengan sertifikat pendidiknya. Hasilnya, tanggung jawab TPG PNSD berkurang dari 1,6 juta guru menjadi 1.374.718 orang,” ujar Sumarna.

(Baca: Kelebihan Anggaran Tunjangan Profesi Guru karena Silpa Daerah sejak 2007)

Dengan demikian, tanggungan silpa berkurang menjadi Rp 19 triliun. Kemdikbud, Kemenkeu, dan pemerintah daerah kemudian bersepakat melalui Surat Nomor 33130/A.A1.1/PR/2016 agar jumlah Rp 19 triliun tersebut dikurangi dari anggaran sebesar Rp 71 triliun. Sebab, jumlah Rp 19 triliun sudah tersimpan di daerah.

”Jadi, sebenarnya tidak ada pemotongan anggaran. Total yang dikucurkan, termasuk silpa, tetap Rp 71 triliun,” ujarnya.

Perlu diperiksa

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan mengatakan, masalah itu perlu diperiksa mendalam. Apalagi, Rp 23 triliun itu bukan jumlah yang sedikit.

Ade menilai, anggaran sebesar itu bisa digunakan untuk membangun ratusan gedung sekolah, membangun jembatan, dan memperluas akses pendidikan hingga tingkat pelosok. Bahkan, anggaran sebesar itu dapat merealisasikan wajib belajar 12 tahun (hingga SMA) di sejumlah daerah.

”Apakah hanya terjadi tahun ini? Perlu dicek kembali. Jangan sampai ternyata pernah terjadi sebelumnya. Jika seperti itu, kelebihannya dikemanakan? Pemeriksaan perlu. Jika ditemukan kesengajaan, bisa dipidana,” kata Ade.

Dia juga mempertanyakan sistem pendataan guru mengingat hal ini akan menentukan jumlah anggaran. Jika pendataan bermasalah, anggaran pun demikian. (LAS/DNE/CO3/HAM/NAR)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Agustus 2016, di halaman 1 dengan judul "Birokrasi Kurang Profesional".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com