Klarifikasi Kemdikbud
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Sumarna Surapranata menjelaskan bahwa pada bulan Oktober 2015, pemerintah menyetujui anggaran tunjangan profesi guru pegawai negeri sipil daerah (TPG PNSD) sebesar Rp 71 triliun untuk 1,6 juta guru yang bersertifikasi. Namun, jumlah itu belum melihat sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) di provinsi.
Jumlah silpa itu didapat dari laporan provinsi pada pemerintah pusat. Sumarna mengatakan, laporan semestinya sudah masuk ke Kemenkeu sejak akhir 2014.
Namun, beberapa provinsi baru menyetor laporan secara lengkap Mei 2016. Setelah laporan daerah lengkap, terungkap ada silpa Rp 23 triliun.
”Laporan memperlihatkan ada guru-guru yang pensiun, meninggal, beralih ke profesi lain, mutasi, tidak dapat memenuhi beban mengajar 24 jam, dan tidak linier dengan sertifikat pendidiknya. Hasilnya, tanggung jawab TPG PNSD berkurang dari 1,6 juta guru menjadi 1.374.718 orang,” ujar Sumarna.
(Baca: Kelebihan Anggaran Tunjangan Profesi Guru karena Silpa Daerah sejak 2007)
Dengan demikian, tanggungan silpa berkurang menjadi Rp 19 triliun. Kemdikbud, Kemenkeu, dan pemerintah daerah kemudian bersepakat melalui Surat Nomor 33130/A.A1.1/PR/2016 agar jumlah Rp 19 triliun tersebut dikurangi dari anggaran sebesar Rp 71 triliun. Sebab, jumlah Rp 19 triliun sudah tersimpan di daerah.
”Jadi, sebenarnya tidak ada pemotongan anggaran. Total yang dikucurkan, termasuk silpa, tetap Rp 71 triliun,” ujarnya.
Perlu diperiksa
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan mengatakan, masalah itu perlu diperiksa mendalam. Apalagi, Rp 23 triliun itu bukan jumlah yang sedikit.
Ade menilai, anggaran sebesar itu bisa digunakan untuk membangun ratusan gedung sekolah, membangun jembatan, dan memperluas akses pendidikan hingga tingkat pelosok. Bahkan, anggaran sebesar itu dapat merealisasikan wajib belajar 12 tahun (hingga SMA) di sejumlah daerah.
”Apakah hanya terjadi tahun ini? Perlu dicek kembali. Jangan sampai ternyata pernah terjadi sebelumnya. Jika seperti itu, kelebihannya dikemanakan? Pemeriksaan perlu. Jika ditemukan kesengajaan, bisa dipidana,” kata Ade.
Dia juga mempertanyakan sistem pendataan guru mengingat hal ini akan menentukan jumlah anggaran. Jika pendataan bermasalah, anggaran pun demikian. (LAS/DNE/CO3/HAM/NAR)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Agustus 2016, di halaman 1 dengan judul "Birokrasi Kurang Profesional".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.