Binsar melanjutkan, ketentuan Pasal 7 huruf b angka 1, angka 2, angka 3 dan angka 4 UU MA telah merugikan hak-hak konstitusional dirinya karena berpotensi menutup kesempatan para hakim dari jalur karier yang ingin menjadi hakim agung di puncak kariernya.
Hal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Selain itu, Binsar M Gultom dan Lilik Mulyadi juga mempersoalkan ketentuan periodisasi hakim konstitusi yang tertuang dalam UU MK.
Binsar menerangkan bahwa pembatasan masa jabatan bagi Ketua dan Wakil Ketua MK yang hanya 2 tahun 6 bulan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (3) UU MK, bertentangan dengan UUD 1945 karena akan menghambat karier bagi hakim konstitusi yang berasal dari unsur Mahkamah Agung.
Terkait hal itu, kata dia, pemohon menyatakan bahwa sebagai sesama penyelenggara kekuasaan kehakiman sebaiknya pembatasan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK disamakan dengan ketentuan Ketua dan Wakil Ketua MA.
"Kalau Mahkamah Agung lima tahun sekali pimpinannya diganti, mengapa MK hanya dua tahun enam bulan?" tutur dia.
Maka dari itu, pemohon juga mempersoalkan ketentuan Pasal 22 UU MK mengenai pembatasan masa jabatan hakim konstitusi yang dinilai merugikan.
Seharusnya, kata dia, sebagaimana hakim agung maka tidak ada periodisasi jabatan bagi hakim konstitusi.
"Di dalam Undang-Undang Mahkamah Agung tidak ada periodisasi, sementara di Mahkamah Konstitusi ada periodisasi setiap lima tahun sekali diuji kembal," kata Binsar.
"Nah, ini akan berdampak kepada independensi peradilan Mahkamah Konstitusi, sementara masih kredibel yang bersangkutan untuk tetap menjadi hakim konstitusi,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.