JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan Nasional diwacanakan akan kembali dibahas DPR.
RUU itu bahkan direncanakan untuk dimasukkan ke Program Legislasi Nasional Prioritas 2016 sebagai inisiatif DPR.
Wacana tersebut kembali bergulir usai pimpinan DPR bertemu dengan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan beberapa waktu lalu.
"Kamnas sebagai payung hukum bagi semua aturan keamanan nasional. Politik, hukum yang integratif bagi pembangunan kamnas kita," kata Ketua DPR Ade Komarudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (5/8/2016).
Ade pun menginginkan agar RUU Kamnas diambil alih DPR. Sebab, jika draf berasal dari pemerintah, ia memperkirakan akan terjebak pada ego sektoral masing-masing institusi.
"Tentu bagaimana agar substansinya bersifat tidak berpihak pada sektor tertentu, instansi tertentu, kami ingin smua sesuai ideologi dan UUD. Itu patokannya," kata Politisi Partai Golkar itu.
(Baca: RUU Kamnas Dinilai Tak Perlu jika UU yang Ada Diimplementasikan)
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani berpendapat, sebaiknya pemerintah tetap menjadi inisiator dan menyelesaikan hingga tahap penyusunan draf. Menurutnya, pembahasan RUU Kamnas rentan membelah DPR.
"Saya lebih condong itu jadi inisiatif pemerintah. Bahwa mau dimasukkan Prolegnas Prioritas enggak masalah," kata Arsul.
Ia pun mengusulkan agar pembahasan RUU Kamnas tidak sebagai RUU yang berdiri sendiri namun dikaitkan dengan meninjau kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Pernyataan senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanudin. Dikutip Harian Kompas, ia meragukan kemampuan DPR merumuskan substansi draf RUU Kamnas yang sensitif dan rumit.
"DPR akan kewalahan mengendalikan begitu banyak kepentingan institusi. Biar pemerintah saja yang menyusun karena ini terkait dengan koordinasi antara institusi di ranah eksekutif," tuturnya.
Pemerintah sudah berkali-kali mengajukan draf RUU Kamnas ke DPR sejak 2006. Namun, pembahasan RUU itu tak kunjung selesai karena adanya penolakan dari sejumlah pihak.
Penolakan ini muncul karena ada yang menilai isi RUU itu bertentangan dengan semangat reformasi dan dapat mengancam supremasi sipil serta demokrasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.