Konflik berkepanjangan, jutaan orang terpaksa mengungsi ke Eropa, dan NIIS turunan kebijakan invasi yang sewajibnya dipertanggungjawabkan AS bersama aliansinya.
Teror berantai bom bunuh diri sepanjang Ramadhan menegaskan realitas korban mayoritas umat Islam di negara-negara berpenduduk Muslim.
Sangat terang, pemerintah tiap negara berkepentingan langsung dengan agenda pemberantasan terorisme karena menyangkut keamanan nasional, kestabilan politik wilayahnya, dan perlindungan warga negaranya.
Pemerintah Indonesia menaruh kepedulian besar atas persoalan ini. Namun, tak bisa dimungkiri kepentingan negara itu masih ditanggapi skeptis bahkan dengan nada curiga oleh sebagian kelompok masyarakat.
Agenda pemberantasan terorisme dituduh upaya sistematik menyudutkan umat Islam. Tak sedikit pihak memercayai serangan dan bom bunuh diri di Jalan MH Thamrin, bahkan kasus terakhir di Mapolresta Surakarta, tidak lepas dari skenario tertentu.
Pada konteks inilah, perang melawan terorisme beserta agenda pencegahannya menuntut kredibilitas pemerintah, khususnya penegak hukum, dan soliditas kelompok masyarakat sipil.
Tanpa kredibilitas, mustahil program pemerintah akan didukung kelompok masyarakat mitra strategisnya. Pada saat yang sama, ormas keagamaan mutlak menutup semua ruang yang memungkinkan benih kekerasan mendapatkan percikan pembenaran.
Pemerintah sudah bekerja dan patut diapresiasi atas capaian positif penanganan terorisme sejauh ini.
Namun dalam skala lebih komprehensif, pemerintah belum sepenuhnya berhasil membangun kredibilitas di mata mitra strategisnya, terutama ormas keagamaan yang heterogen.
Kecenderungan perubahan strategi NIIS dengan menggerakkan jaringan radikal lokal secara sporadis tak bisa diredam dengan pendekatan keamanan semata.
Medan perang tak lagi dipusatkan di wilayah Irak dan Suriah yang masih dikuasai NIIS, tetapi mulai berpindah ke target-target domestik.
Menyusutnya jumlah pejuang asing yang berangkat ke Timur Tengah akan berkorelasi dengan semakin membesarnya ancaman terorisme di dalam negeri.
Presiden Jokowi harus lebih cermat dalam memilih para pembantu dan orang-orang yang mengelilinginya, khususnya yang terlibat dalam pengambilan kebijakan terkait terorisme dan keamanan.