Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Negeri Tabula Rindu

Kompas.com - 04/07/2016, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

BANGSA Indonesia dianugerahi Tuhan serbaneka kelebihan yang tak terperikan. Dari sekian banyak bangsa di dunia, dari pelbagai aneka umat Muslim yang ada, hanya bangsa kita saja yang dengan tingkat keseriusan tinggi, membakukan mudik sebagai ritus bersama. Berjamaah tapi tanpa imam. Dirayakan, bahkan dalam diam.

Sejak tiga dekade lalu saya mengenal Ramadhan, rasanya sukar mencari orang perdana yang "mengajari" Muslim Indonesia mudik ke kampung halaman. Lebih dari itu, mudik juga sudah ditradisikan pula oleh saudara sebangsa kita yang bukan beragama Islam. Dengan suka cita, mereka pun turut dalam gelombang besar pemudik pada penghujung Ramadhan--setiap tahun.

Entah bagaimana riwayat asli mudik sebelum jadi seperti sekarang ini, hanya Tuhan sajalah yang tahu. Itu ranah yang tak perlu dipusingkan. Sebab yang utama dari mudik adalah, kita wajib menjalankan perintah-Nya agar "saling kenal mengenal dan menyayangi." (QS. al-Hujurat [49]: 13).

Mudik, sangat dekat dengan upaya saling mengenal. Sangat besar kemungkinan mengajari kita arti penting rasa kasih-sayang yang kental.

Mengalami momen mudik dan lebaran, membuat saya kian yakin bahwa bangsa kita sudah berbakat bahagia sejak dahulu kala.

Pengalaman berlebaran di kampung halaman, adalah landasan saya melahirkan tulisan sederhana ini. Kenapa sampai 2016 para pemudik tetap istikomah di jalurnya? Kenapa jumlah mereka malah terus menerus bertambah dalam lipatan yang mencengangkan? Segala aral rintang diterabas demi sebuah tujuan mulia: kembali ke Rumah.

Jawaban atas pertanyaan itu--yang takkan mungkin bisa disangkal adalah, rasa rindu yang sudah dipupuk sebelas bulan lamanya. Rindu pada kebersahajaan-kehangatan warga desa; Pada jabat erat tangan mereka; Keriangan anak-anak gembala; keasrian tanah tumpah darah; kenangan indah yang tak mungkin diroyan lupa; Kisah-kasih yang telah terbit di masa bertumbuh dewasa; serta cita rasa masakan dan penganan khas lebaran yang lekat di lidah.

Rindu rasa

Hidup adalah perjalanan rasa. Maka tak syak kiranya jika semua orang merupakan sekumpulan rasa yang teraduk jadi kehidupan. Naluri purbani seperti itulah yang digantang setiap Muslim yang rindu kampung halaman.

Setiap pemudik pasti membawa kesan dan gairahnya sendiri. Pengalaman yang sangat intim. Keyakinan yang adekuat tentang kebahagiaan di hari esok. Semangat yang sama, terus menyedot perhatian setiap Muslim agar bisa Pulang Bahagia ke Negeri Akhirat.

Mudik itu bak candu bagi jiwa. Kehidupan kota yang jumbuh lagi penat, tak pelak menimbulkan gerusan pada perasaan mereka yang berjibaku di kota sebesar Jakarta, misalnya. Kota besar selalu memiliki syarat untuk menggerogoti kemanusiaan. Jika tak ingin terseret arus kebanalan, cara termudahnya ya kembali pada kesejatian diri.

Kembali ke Rumah, jelas pilihan paling masuk akal bagi para perantau. Hanya di rumah, segala tentang kesah, tumpas di tatapan rindu orangtua.

Ritus mudik memang melulu tentang romantika di kehidupan lalu. Ada proses penemuan kembali yang dialami sejak meninggalkan tanah kelahiran kali perdana. Ada yang memulai karir sebagai perantau ketika masih remaja. Ada yang dengan kondisi miskin papa. Ada pula yang ingin meraih gelar sarjana.

Bermacam alasan bisa bermunculan. Namun saat menginjak lagi tanah yang dulu pernah dihidupi, niscaya ada rasa baru yang sedang tumbuh. Semacam hasrat besar menggali masa depan dari hari ini. 

Keunikan Muslim Indonesia terletak pada kemampuan ajaib itu. Segala daya upaya dikerahkan demi proses penemuan kehidupan. Demi menjawab siapa sebenarnya manusia. Bagaimana pula juntrungannya manusia adalah puncak dari penciptaan Tuhan. Kenapa Islam jadi rahmat bagi semesta alam. Kenapa kita harus lahir bila akhirnya mati dan tak kembali.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

Nasional
CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

Nasional
MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

Nasional
CSIS: 138 dari 580 Caleg Terpilih di DPR Terasosiasi Dinasti Politik

CSIS: 138 dari 580 Caleg Terpilih di DPR Terasosiasi Dinasti Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com