Rumah asal
Mudik itu erat kaitannya dengan kerinduan untuk pulang. Tak hanya pulang ke rumah, namun ke Sumber segala. Berbondong-bondong menyusuri jalan Pulang, merupakan niat luhur yang diejawantahkan dalam perbuatan.
Ritus mudik sama belaka dengan gladi resik menyambut Hari Pengadilan. Saat seluruh manusia dikumpulkan Tuhan untuk dimintai pertanggungjawaban.
Kerinduan pada rumah yang jelas sudah kita hapal seluk likunya, tentu bukan tujuan utama kepulangan, melainkan perjumpaan dan pertemuan istimewa. Bukan pada ketupat. Bukan pada halal bi halal, atau kue lebaran. Tapi pada pertemuan dengan diri sendiri.
Sebagai umat Muslim terbesar dunia, kita di Indonesia harus terus menggali khazanah baru dalam keberislaman. Agar Islam tak jumud. Tidak rigid. Terbelakang. Terpinggirkan.
Jika sebuah komunitas Muslim tumbuh dan berkembang, maka ada wacana baru yang sedang mereka gulirkan. Sebaliknya, jika yang terjadi kemunduran, maka para pemeluknya tak melakukan kajian mendalam terkait persoalan mendasar umat yang sedang terjadi.
Al-Quran diturunkan sebagai pencerah dari kejahilan peradaban. Islam hadir menjadi suluh bagi hati manusia sejak Muhammad ditemui Jibril di Gua Hira' yang mengagumkan. Bertolak dari laku mudik, kita bisa menakar hidup sendiri, serta sejauh mana tangga kehidupan telah kita tapaki.
Selamat jalan Ramadhan. Semoga kita jumpa lagi. Andai ini perjumpaan kita yang terakhir kali, semoga Allah meridhai. Maafkanlah saya punya khilaf. Mari kita berjabat erat. Kepada saudara-saudari Muslim sedunia, selamat merayakan Idul Fitri 1437 H.
26 Ramadhan di Mertapada
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.