JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Jenderal (Dirjen) Perlindungan WNI (PWNI) Kementerian Luar Negeri Lalu Mohammad Iqbal mengatakan, salah satu tugas pemerintah adalah memberikan pendampingan hukum bagi warganya yang terlibat perkara di luar negeri.
Seperti yang dialami Rita Krisdianti, tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Ponorogo yang divonis hukuman gantung oleh Pengadilan Penang, Malaysia, karena membawa narkotika jenis sabu seberat 4 kilogram.
Menurut Iqbal, meskipun berbagai upaya sudah dilakukan, keputusan ditentukan oleh hakim berdasarkan fakta-fakta di persidangan.
"Kalau semua hak-hak hukumnya sudah terpenuhi, tetapi Rita masih diputus hukuman mati oleh hakim, maka apa boleh buat," ujar Iqbal di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Jakarta pusat, Jumat (1/7/2016).
Iqbal mengaku pernah berbicara dengan Rita. Pembicaraan yang cukup lama itu dilakukan dirinya agar bisa memahami kasus yang dihadapi Rita.
(Baca: Pemerintah Telah Ajukan Memori Banding Kasus Rita)
Namun, kata Iqbal, ditemukan adanya inkonsistensi dari penjelasan Rita. Menurut dia, hal itulah yang mungkin membuat hakim yakin bahwa Rita bukanlah korban, melainkan terlibat dalam jaringan peredaran narkotika.
Agar lebih meyakinkan, kata Iqbal, beberapa waktu lalu Badan Narkotika Nasional (BNN) dilibatkan untuk memeriksa kondisi kejiwaan Rita.
"Nah ini yang akan kami proses ke depan. Jika memang dia secara psikologis dianggap tidak stabil itu kan bisa jadi alasan untuk diturunkan tuntutannya," kata dia.
Namun, jika hasil tes menyatakan bahwa kondisi kejiwaan Rita cukup stabil, maka akan sulit tuntutan itu diturunkan. Pasalnya, hasil kejiwaan yang stabil mengartikan bahwa Rita telah melakukan kebohongan.
(Baca: Istana Berharap Malaysia Tunda Eksekusi Mati Rita)
Meskipun demikian, tutur Iqbal, pemerintah tetap berupaya agar vonis mati yang dijatuhkan hakim kepada Rita bisa dibatalkan. Salah satu upayanya adalah dengan melakukan banding atas putusan tersebut.
Memori banding kasus Rita sudah diserahkan ke pengadilan pada 1 Juni 2016 lalu. Saat ini, pihaknya juga masih menunggu hasil banding tersebut.
Pemerintah, kata dia, tetap mengawal kasus ini dengan saksama. Namun, jika vonis hukuman mati bagi Rita tak berubah, pemerintah tak bisa berbuat apa-apa lagi.
"Karena tindak pidana yang sama, di Indonesia pun Rita akan menghadapi tuntutan serupa," ucap Iqbal.
Ditangkap karena sabu
Rita ditangkap pada Juli 2013 lalu lantaran membawa narkotika jenis sabu seberat 4 kilogram. Awalnya, Rita hanyalah seorang TKI yang diberangkatkan ke Hongkong pada Januari 2013.
Setelah tujuh bulan tinggal di sana, Rita tidak mendapatkan kejelasan mengenai pekerjaan. Hingga akhirnya, ia memutuskan ingin pulang ke kampung halamannya di Jawa Timur. Tidak lama kemudian, seorang teman Rita yang berada di Makau menawarinya berbisnis kain.
Temannya itu diketahui berinisial ES. Rita kemudian diberi tiket pesawat untuk pulang ke kampung. Tiket yang diterimanya itu merupakan tiket transit ke New Delhi, India, dan Penang, Malaysia.
Di New Delhi, Rita dititipkan sebuah koper oleh seseorang. Orang tersebut juga melarang Rita untuk membukanya. Orang tersebut mengatakan bahwa isi koper itu adalah pakaian yang nantinya dijual Rita di kampung halaman.
Namun, setibanya di Bandara Penang, Malaysia, pihak kepolisian menangkap Rita karena menemukan narkoba jenis sabu seberat 4 kilogram di dalam koper yang dibawa Rita.
Hakim Pengadilan Malaysia di Penang kemudian memutus vonis hukuman mati terhadap Rita Krisdianti pada 30 Mei lalu.