JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra, menilai Mahkamah Agung kurang serius menindak hakim atau pegawai peradilan yang terlibat kasus korupsi.
Akibatnya, hingga saat ini masih banyak kasus korupsi terjadi di peradilan Indonesia. Hal itu karena hukuman yang dijatuhkan tidak berefek jera. Apalagi, mereka yang korupsi dengan jumlah nominal besar kerap dihukum sama dengan koruptor dengan besaran lebih kecil.
(Baca: Para Calon Hakim Agung Dinilai Tak Punya Terobosan Pemberantasan Korupsi)
"Kalau misal pelaku korupsi Rp 2 miliar itu bukan lagi kembali modal, malah untung dia. Apalagi, ada remisi," ujar Azyumardi di Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Jumat (24/6/2016).
Menurut Azyumardi, MA harusnya memberi hukuman seberat-beratnya bagi pejabat peradilan yang terbukti korupsi. Termasuk pemecatan terhadap oknum tersebut.
"Sebetulnya kalau MA serius hal seperti itu OTT (operasi tangkap tangan) kelihatan masih setengah-setengah di nonaktifkan, defensif, mestinya langsung dipecat, dihentikan itu baru kapok," kata dia.
"Jadi harus dihukum seberat-beratnya dan sanksi sosial," lanjut dia.
Hukuman berat menunjukkan adanya reformasi pembenahan dari dalam tubuh MA. "Tapi ini enggak jalan, cuma sepotong-sepotong," tutur Azyumardi.
Dunia peradilan Indonesia tengah menjadi sorotan publik. Apalagi setelah KPK melakukan OTT terhadap JP, hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Bengkulu, Senin (23/5/2016). Selain itu, JP diketahui juga menjabat sebagai Kepala Pengadilan Negeri Kabupaten Kepahiang.
JP merupakan hakim tipikor keenam yang ditangkap KPK. Hakim tipikor yang pertama terjerat kasus korupsi adalah Kartini Julianna Mandalena Marpaung.
Hakim pada Pengadilan Tipikor Semarang tersebut ditangkap KPK pada Jumat (17/8/2012). Kartini ditangkap bersama Heru Subandono yang juga berprofesi sebagai hakim di Pengadilan Tipikor Pontianak.
KPK juga pernah menahan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Pragsono. Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi di DPRD Grobogan, Jawa Tengah, pada Desember 2013.
(Baca: Calon Hakim Agung Ungkap Pangkal Masalah Mafia Peradilan di MA)
KPK menetapkan Pragsono sebagai tersangka sekira Juli 2013. Pragsono ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan hakim ad hoc Tipikor Palu, Sulawesi Tengah, Asmadinata.
Berikutnya, yakni hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Ramlan Comel. Ramlan ditahan sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi bantuan sosial di Pemerintah Kota Bandung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.