Pertama, Indonesia bukan negara yang mengklaim pulau di LTS. Kedua, Indonesia ingin memosisikan diri sebagai penengah yang jujur, baik untuk sengketa kepemilikan maupun isu keamanan dan kebebasan pelayaran internasional.
Namun dalam konteks sembilan garis putus berikut traditional fishing ground, Indonesia harus memosisikan diri tidak menganggap ada garis putus tersebut.
Ini sesuai dengan pernyataan Presiden Joko Widodo saat kunjungannya ke Jepang, Maret 2015, saat diwawancarai media setempat.
Presiden menyatakan klaim Tiongkok atas sembilan garis putus tidak memiliki basis dalam hukum internasional.
Posisi Indonesia ini terlepas dari adanya tumpang tindih dengan klaim sembilan garis putus Tiongkok.
Sebaliknya, Pemerintah Tiongkok memosisikan diri untuk menafikan ZEEI di wilayah yang diklaim sebagai traditional fishing ground. Buktinya, Pemerintah Tiongkok dalam menyampaikan protes tidak pernah menggunakan Pasal 73 Ayat (2) UNCLOS.
Pasal tersebut mewajibkan otoritas negara pantai untuk mengembalikan segera kapal nelayan yang ditangkap dan memulangkan awaknya setelah membayar uang jaminan. Untuk diketahui, Pasal 73 Ayat (2) UNCLOS berada di bawah Bagian V yang mengatur tentang ZEE.
Bagi Indonesia, penangkapan kapal-kapal nelayan Tiongkok di ZEEI oleh kapal otoritas, termasuk KKP dan TNI AL, selain untuk penegakan hukum juga untuk penegakan hak berdaulat.
Sementara protes oleh Kementerian Luar Negeri RI pada setiap penangkapan kapal nelayan asal Tiongkok adalah dalam rangka Indonesia tidak mengakui sembilan garis putus berikut traditional fishing ground.
Indonesia sudah sepatutnya memosisikan diri sebagai negara yang berkeberatan secara konsisten atas okupasi Tiongkok berdasarkan sembilan garis putus. Bila tidak Tiongkok akan mendalilkan sembilan garis putus telah diterima sebagai hukum kebiasaan internasional.
Selama ini, baik Indonesia maupun Tiongkok selalu menghindari diri untuk menyatakan secara terbuka sengketa zona maritim di antara mereka. Mengapa?
Bagi Indonesia, klaim sengketa zona maritim dengan Tiongkok tidak dinyatakan karena dua alasan.