JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurachman membantah mengenal Dodi Arianto Supeno.
Ia juga mengaku tidak pernah bertemu dengan Dodi.
Dodi merupakan pegawai PT Arta Pratama Anugerah yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap yang melibatkan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 20 April 2016.
"Tidak pernah bertemu. Saya tidak pernah bertemu dan tidak pernah bicara," ujar Nurhadi usai diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Sementara itu, ketika ditanya soal keberadaan supirnya, Royani, Nurhadi tak menjawabnya.
KPK menduga Royani adalah orang yang menjadi perantara penerima uang dari sejumlah pihak yang terlibat kasus di MA.
KPK sudah mengirimkan permintaan pencegahan Royani ke luar negeri sejak 4 Mei 2016.
Sebelumnya, KPK juga telah dua kali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Royani, yaitu pada 29 April dan 2 Mei 2016.
Namun, Royani tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa keterangan.
Royani sudah diberhentikan oleh Mahkamah Agung karena sudah lebih dari 45 hari tidak masuk kantor tanpa alasan yang sah.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Panitera PN Jakpus Edy Nasution dan pihak swasta bernama Dodi Arianto Supeno pada 20 April 2016.
Selanjutnya, penyidik menggeledah rumah Nurhadi di bilangan Hang Lekir, Jakarta Selatan.
Pada penggeledahan tersebut, KPK menemukan uang senilai Rp 1,7 miliar, yang sebagian ditemukan di toilet kamar mandi.
Kantor Nurhadi yang berlokasi di Gedung MA, Jakarta Pusat pun tak luput digeledah oleh KPK untuk mendalami kasus ini.
Namun, Nurhadi mengklaim bahwa uang tersebut merupakan miliknya pribadi.