Harus diakui keberadaan Partai Golkar di panggung politik nasional tidak dapat dilepaskan dari kekuasaan di pemerintahan.
Selama lebih dari tiga dasawarsa Partai Golkar berpengalaman mengelola pemerintahan sebagai partai utama pendukung Orde Baru.
Ketika rezim Orde Baru di bawah Soeharto jatuh dan lahir reformasi, Partai Golkar tetap tegak berdiri tidak turut tumbang.
Bahkan, di pemilihan umum (Pemilu) tahun 1999 Partai Golkar tetap mampu bertengger di papan atas sebagai runner-up di bawah Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan.
Namun, keperkasaan Partai Golkar di era reformasi tidak seperti saat rezim Orde Baru masih berkuasa. Trend perolehan suara Partai Golkar dalam pemilu era reformasi cenderung menurun.
Di Pemilu tahun 1999 perolehan suara Partai Golkar mencapai 22,44 persen. Kemudian di Pemilu tahun 2004 turun menjadi 21,58 persen. Lima tahun kemudian perolehan suara Partai Golkar kembali turun menjadi 14,45 persen. Lalu di Pemilu tahun 2014 merangkak naik sedikit menjadi 14,75 persen.
Walaupun demikian kekuatan dan pengaruh Partai Golkar di panggung politik nasional masih dominan.
Karena itu, tidak mengherankan bila ikhtiar politik Partai Golkar untuk mencoba beroposisi dalam sejumlah periode pemerintahan selama era reformasi tidak pernah tuntas dilakukan selama lima tahun.
Di tengah jalan Partai Golkar berubah haluan politik dari semula berseberangan jalan dengan pemerintah berkuasa, menjadi partai pendukung utama.
Di tahun 2004, Partai Golkar pernah mencoba memposisikan diri sebagai oposisi bagi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla.
Akan tetapi, sikap itu berubah 180 derajat ketika Jusuf Kalla mampu merebut kursi ketua umum dalam munas di Bali tahun 2004 mengalahkan Akbar Tandjung.
Lima tahun kemudian hal serupa hampir terulang ketika pasangan Jusuf Kalla-Wiranto kalah dalam pemilihan presiden oleh pasangan SBY-Boediono.
Namun, kekalahan itu tidak berujung pada sikap oposisi Partai Golkar. Alih-alih beroposisi Aburizal Bakrie justru membawa Partai Golkar merapat dalam pemerintahan SBY-Boediono.
Perubahan haluan politik di tengah jalan kini kembali dilakukan Partai Golkar.
Setelah hampir dua tahun berada di Koalisi Merah Putih sebagai konsekuensi mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam pemilihan presiden tahun 2014, melalui munaslub Partai Golkar resmi mengubah haluan politik mereka menjadi partai pendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.