Ahok mengungkapkan, dirinya memakai aturan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Aturan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Sementara itu, BPK memakai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Perbedaan peraturan tersebut diprotes Ahok karena menghasilkan selisih audit dalam pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta.
(Baca: Audit BPK soal Sumber Waras yang Buat Ahok Uring-uringan)
"Saya juga protes selisih audit. BPK mengatakan, ini melanggar prosedur karena dia memaksa menggunakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. Harus bentuk tim sosialisasi, kajian, baru beli, dan harus gunakan NJOP (nilai jual obyek pajak)," kata Ahok.
Sementara itu, Ketua BPK Harry Azhar menyebut, pembayaran pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta dengan menggunakan cek.
"Cek tunai sebesar Rp 755,69 miliar. Namanya cek, ini kertas dibawa-bawa, apa itu lazim? Kenapa tidak ditransfer saja?" kata Harry.
(Baca: Ketua BPK: Pembelian Lahan Sumber Waras Gunakan Cek, Tak Lazim)
Sistem pembayaran melalui cek tunai ini, kata dia, sama seperti pembayaran uang tunai.
Caranya dengan mencairkan cek tersebut di bank dan kemudian ditransfer ke rekening pihak ketiga, dalam hal ini Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW).
Harry juga menyoroti waktu transaksi pembayaran yang dilakukan pada 31 Desember 2014 pukul 19.49. Ia menyebut, tidak ada bank yang buka hingga waktu tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.