Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Hak Istimewa Militer Berpotensi Ancam Kebebasan dan HAM

Kompas.com - 13/06/2016, 16:22 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah organisasi masyarakat sipil menilai, belakangan ini muncul privilese atau hak istimewa yang diberikan kepada pengambil kebijakan di sektor pertahanan dan keamanan.

Hak istimewa itu salah satunya dalam membuat serangkaian kebijakan di Indonesia.

Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri mengatakan mengatakan, privilese itu diberikan untuk merespons desas-desus, gosip dan alur informasi yang tidak bisa dilacak kebenarannya.

Menurut dia, pasca simposium 1965, pemegang kebijakan pada sektor keamanan menjadi liar.

Hal itu, kata Puri, terlihat dari munculnya isu yang tidak bisa diverifikasi seperti kebangkitan Partai Komunis indonesia dan ideologi komunisme.

Isu itu kemudian menyulut kelompok konservatif tertentu untuk memelihara ketakutan dan teror terhadap kelompok lain yang kerap dituduh mengglorifikasi gagasan komunisme. 

"Kontras konsisten memantau kondisi pasca simposium 65. Kami melihat ada efek yang berpotensi melanggar kondisi penegakan HAM di Indonesia. Misalnya, tindakan penangkapan oleh tentara terhadap orang-orang yang diduga menyebar ajaran komunisme," ujar Puri, saat jumpa pers di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Senin (13/6/2016).

Puri mengatakan, ada indikasi privilese dan tindakan represif yang terjadi diciptakan untuk menghalangi upaya pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Dia menyoroti isu komunisme yang tiba-tiba saja muncul setelah pemerintah menggelar simposium nasional 1965.

Desakan untuk tidak meminta maaf kepada korban peristiwa 1965 yang disebut eks PKI pun dipertanyakan.

Apalagi, lanjut Puri, tidak lama berselang Menhan menyatakan akan segera membentuk Kantor Wilayah Kementerian Pertahanan di 34 Provinsi di Indonesia, dengan meminta staf dan perwakilan kepada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

"Kami menilai ada semacam operasi tertutup yang dilakukan untuk menghalangi upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu," kata Puri.

TNI di ranah sipil

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Imparsial Al Araf menyoroti privilese ini dalam bentuk pelibatan TNI dalam ranah sipil melalui berbagai MOU atau perjanjian kerja sama dengan kementerian dan instansi sipil lainnya.

Menurut Araf, secara normatif, tugas TNI dalam menjalankan operasi militer selain perang hanya bisa dilakukan jika ada keputusan politik dari Presiden, bukan didasarkan pada MOU.

Halaman:


Terkini Lainnya

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Nasional
Digelar Hari Ini, Puan Jelaskan Urgensi Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Digelar Hari Ini, Puan Jelaskan Urgensi Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Nasional
ICW Catat 731 Kasus Korupsi pada 2023, Jumlahnya Meningkat Siginifikan

ICW Catat 731 Kasus Korupsi pada 2023, Jumlahnya Meningkat Siginifikan

Nasional
Anies Serius Pertimbangkan Maju Lagi di Pilkada DKI Jakarta 2024

Anies Serius Pertimbangkan Maju Lagi di Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Ditanya soal Bursa Menteri Kabinet Prabowo, Maruarar Sirait Ngaku Dipanggil Prabowo Hari Ini

Ditanya soal Bursa Menteri Kabinet Prabowo, Maruarar Sirait Ngaku Dipanggil Prabowo Hari Ini

Nasional
PDI-P Tak Undang Jokowi ke Rakernas, Maruarar Sirait: Masalah Internal Harus Dihormati

PDI-P Tak Undang Jokowi ke Rakernas, Maruarar Sirait: Masalah Internal Harus Dihormati

Nasional
Maruarar Sirait Dukung Jokowi Jadi Penasihat di Pemerintahan Prabowo

Maruarar Sirait Dukung Jokowi Jadi Penasihat di Pemerintahan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com