Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Tap XXV/MPRS/66

Kompas.com - 26/05/2016, 08:34 WIB

Oleh: Muladi

Kontroversi atau perdebatan tentang larangan untuk menyebarkan dan mengembangkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme saat ini tidak terlepas dari latar belakang kepentingan masing-masing.

Kontroversi ini terjadi antara lain karena adanya kesenjangan pemahaman antara generasi yang mengalami dan yang tidak mengalami sendiri kedahsyatan G30S/PKI, yang sudah terjadi 50 tahun lalu.

Bisa juga karena merasa diri dan keluarganya atau kelompoknya menjadi korban dari PKI maupun yang kontra PKI.

Kemungkinan, juga ada kelompok yang beranggapan bahwa paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme tersebut secara internasional telah gagal dan mati sehingga penegakan hukumnya justru dapat menabrak HAM.

Selain itu, ada pula kelompok yang berpendapat bahwa ideologi tidak akan mati dan berdasarkan pengalaman empiris (1926, 1948, dan 1965), gerakan Komunisme/Marxisme-Leninisme di Indonesia tetap merupakan bahaya laten terhadap ideologi Pancasila dan hal ini merupakan trauma politik yang bersifat partikularistik/khas Indonesia, tidak bisa dibandingkan dengan negara lain, seperti di Rusia dan Eropa Timur.

Apalagi di Tiongkok dan Korea Utara, paham atau ajaran tersebut masih dianut.

Sarana pengintegrasi

Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 merupakan produk hukum tertinggi masa itu dan telah berfungsi sebagai mekanisme pengintegrasi dan penyelesaian konflik yang efektif untuk mengatasi gonjang-ganjing bangsa pasca G30S/PKI 1965 yang telah meluluhlantakkan persatuan dan kesatuan nasional.

Dengan Tap MPRS tersebut, Partai Komunis Indonesia (PKI) dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dan larangan diberlakukan terhadap setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Untuk penegakan hukumnya di lapangan waktu itu, sudah tersedia UU warisan Orde Lama yang ampuh, tetapi tidak demokratis, yaitu UU No 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi yang semula merupakan Penpres No 11 Tahun 1963 dan menjadi undang-undang atas dasar UU No 5 Tahun 1969.

UU ini sering disebut sebagai UU sapu jagat atau UU pukat harimau yang mudah diterapkan. Alasannya, karena di samping perumusannya merupakan delik formal yang mudah dibuktikan, juga karena perbuatan yang dilarang dirumuskan sangat elastis dan multitafsir, bisa mencakup area yang luas serta dapat didayagunakan dan sekaligus juga dapat disalahgunakan karena perumusannya yang kabur (all embracing act /multipurpose act).

Dalam UU itu digunakan banyak istilah yang bertentangan dengan asas kepastian hukum (lex certa dan lex stricta), seperti istilah memutarbalikkan, merongrong atau menyelewengkan ideologi Pancasila, termasuk perbuatan memikat perbuatan- perbuatan tersebut, dan lain-lain. Kasus– kasus G30S/PKI dan tindak pidana politik lain banyak divonis atas dasar UU ini.

Belum lagi adanya kewenangan Jaksa Agung/Oditur Jenderal untuk dapat menahan seseorang tersangka selama 1 (satu) tahun tanpa proses. Ancaman pidananya adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indonesia Jadi Tuan Rumah Forum Air Dunia Ke-10 di Bali

Indonesia Jadi Tuan Rumah Forum Air Dunia Ke-10 di Bali

Nasional
Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

Nasional
APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

Nasional
Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Nasional
Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Nasional
Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Nasional
Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Nasional
GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

Nasional
Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Nasional
Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Nasional
PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Nasional
Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com