Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panitera PN, Hakim Tipikor, hingga Pegawai MA Diduga Terlibat Korupsi, Saatnya Bersih-bersih Peradilan

Kompas.com - 25/05/2016, 09:14 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode kepemimpinan Agus Rahardjo telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan sejumlah oknum institusi peradilan.

Mulai dari panitera Pengadilan Negeri, hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, hingga pegawai Mahkamah Agung diduga terlibat dalam kasus korupsi.

Sekretaris MA Nurhadi pun beberapa kali diperiksa KPK sebagai karena dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi.

Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Ganjar Laksmana, mengaku prihatin melihat perilaku penegak hukum banyak yang tersangkut masalah hukum.

Menurut dia, bukan cerita baru jika setiap lini di badan peradilan bisa dijadikan celah perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Kasus keterlibatan penegak hukum dalam masalah hukum, kata dia, akhirnya memunculkan banyak tanda tanya di masyarakat.

"Ini penegak hukum tidak paham hukum, atau penegak hukum mempermainkan hukum, atau penjahat yang berkedok penegak hukum?" ujar Ganjar saat dihubungi, Rabu (25/45/2016).

Mahkamah Agung, lanjutnya, telah melakukan langkah pembinaan. Namun akhirnya muncul tanda tanya baru, seperti apa langkah pembinaan dan pengawasan yang dilakukan, mulai dari rekrutmen, pembinaan, pengawasan termasuk pembinaan jika ada yang melanggar.

Celah dalam badan peradilan dinilai ada di setiap lini. Salah satunya pada proses rekrutmen. Bukan rahasia jika ada main uang di tahapan tersebut sehingga membuat orang-orang yang lolos dari tahapan rekrutmen tidak selalu yang terbaik.

"Sekarang kita menduga, kalau di perkara saja dia berani main, bagaimana dengan yang bukan perkara? Jadi ada unsur kolusi, kedekatan, dan lain-lain," kata dia.

Karena celah-celah tersebut bukan rahasia baru, oleh karena itu perlu ada bersih-bersih pengadilan agar badan-badan peradilan di Indonesia bersih dari praktik-praktik kecurangan.

Ganjar menyebutkan, bersih-bersih perlu dilakukan dari semua lini. Mulai dari rekrutmen, pembinaan, pengawasan, hingga sistem penindakan.

"Sudah bukan rahasia umum bahwa proses pengadilan kita bukan proses adu pintar. Terlalu parah kisruh hukumnya lobi-lobi, kedekatan, dan lainnya," tutur Ganjar.

Ganjar menilai, kesadaran perlu timbul dari masing-masing individu. Sebab, tak mungkin harus diterapkan pengawasan yang lebih ketat misalnya menempatkan pengawas sejumlah hakim di suatu pengadilan.

"Enggak perlu seperti itu. Kalau begitu, nanti semua lini pelayanan publik, pengadilan lain harus dibikin, negara harus mengeluarkan gaji dua kali lipat," ujarnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com