Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Golkar Jangan Abaikan Saran KPK soal Iuran Rp 1 Miliar

Kompas.com - 09/05/2016, 08:16 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan, Partai Golkar sebaiknya mengikuti saran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait iuran Rp 1 miliar dari para bakal calon ketua umum.

Para calon diwajibkan menyumbang Rp 1 miliar untuk penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa di Bali, 15-17 Mei 2016.

KPK menilai, iuran itu isa dikategorikan sebagai politik uang, apalagi ada kandidat yang merupakan pejabat publik.

Hendri mengatakan, peringatan dari KPK itu untuk mewujudkan demokrasi di Indonesia yang bersih dari politik uang. 

"KPK dalam memberikan imbauan pasti sudah melalui berbagai pertimbangan walaupun parpol juga punya pertimbangan sendiri," kata Hendri melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Senin (9/5/2016).

Hendri menekankan, hal terpenting yang harus dilakukan Golkar saat ini adalah membangun citra partai yang lebih baik.

Citra Golkar semakin terpuruk setelah dilanda konflik selama lebih dari setahun belakangan. 

"Partai Golkar sedang membutuhkan perbaikan citra pasca berbagai kasus yang diderita parpol ini. Maka seharusnya tidak melakukan urunan, cukup mematuhi AD/ART saja," kata Hendri.

Hendri juga menilai, alasan bahwa iuran Rp1 miliar disebut sebagai cara mencegah adanya politik uang dalam pemilihan ketua umum, kurang tepat.

Bagaimana pun, menurut dia, perwujudan demokrasi harus dimulai dari pilihan sadar dan mandiri serta berlandaskan pada pilihan hati nurani setiap orang.

"Money politics transparan atau tidak transparan tidak boleh dilakukan," katanya.

Tetap "setor" Rp 1 miliar

Sebelumnya, Steering Committee Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar memutuskan bahwa syarat setoran Rp 1 miliar untuk setiap calon ketua umum Partai Golkar tetap berlaku.

Syarat ini tetap diberlakukan meski Komisi Pemberantasan Korupsi telah memberikan saran bahwa setoran tersebut adalah bentuk politik uang dan gratifikasi.

Keputusan tersebut diambil dalam rapat Steering Committee Munaslub Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (5/5/2016).

"Sumbangan caketum tidak berkaitan dengan gratifikasi," kata Sekretaris Steering Committee Munaslub Golkar Agun Gunanjar Sudarsa.

Sementara itu, Wakil Ketua Komite Etik Munaslub Golkar Lawrence Siburian mengatakan, KPK melarang penarikan iuran karena calon yang akan dipilih maupun pihak yang punya suara ada yang berasal dari kalangan penyelenggara negara.

"Itu bisa masuk dalam ketentuan gratifikasi, karena itu dilarang memberikan sumbangan Rp1 miliar di dalam munaslub ini," kata Lawrence, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (4/5/2016).

Lawrence Siburian menjelaskan hal tersebut usai bertemu dengan Pimpinan KPK yaitu Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Laode M Syarif, Alexander Marwata, dan sejumlah Deputi dan pejabat KPK lain terkait kewajiban iuran Rp 1 miliar yang harus dibayarkan bakal calon ketum Partai Golkar.  

Kompas TV Golkar Batalkan Mahar 1 Miliar?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pertamina Luncurkan 'Gerbang Biru Ciliwung' untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Pertamina Luncurkan "Gerbang Biru Ciliwung" untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Nasional
Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Nasional
Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Nasional
Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Nasional
Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan 'Bargain'

Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan "Bargain"

Nasional
Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Nasional
KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

Nasional
Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Nasional
Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Pastikan Ketersediaan Air dan Prioritaskan Lansia Selama Puncak Haji

Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Pastikan Ketersediaan Air dan Prioritaskan Lansia Selama Puncak Haji

Nasional
Timwas Haji DPR Minta Oknum Travel Haji yang Rugikan Jemaah Diberi Sanksi Tegas

Timwas Haji DPR Minta Oknum Travel Haji yang Rugikan Jemaah Diberi Sanksi Tegas

Nasional
Kontroversi Usulan Bansos untuk 'Korban' Judi Online

Kontroversi Usulan Bansos untuk "Korban" Judi Online

Nasional
Tenda Haji Jemaah Indonesia di Arafah Sempit, Kemenag Diminta Beri Penjelasan

Tenda Haji Jemaah Indonesia di Arafah Sempit, Kemenag Diminta Beri Penjelasan

Nasional
MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

Nasional
Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Nasional
MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com