Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Papua Niugini Belum Tanda Tangani Perjanjian untuk Ekstradisi Djoko Tjandra

Kompas.com - 28/04/2016, 14:08 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir mengatakan bahwa pemerintah masih melakukan proses perjanjian ekstradisi buron korupsi dengan Pemerintah Papua Niugini.

Arrmanatha mengatakan, Pemerintah Papua Niugini hingga saat ini belum menandatangani perjanjian ekstradisi yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia.

"Prosesnya masih berlangsung. Perjanjian ekstradisi belum ditandatangani oleh pihak Papua Niugini," ujar Arrmanatha saat memberikan keterangan pers di kantor Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta Pusat, Kamis (28/4/2016).

Lebih lanjut, dia menjelaskan, proses menjalin kerja sama ekstradisi merupakan proses yang panjang.

(Baca: Kejagung Sebut Djoko Tjandra Dilindungi Papua Niugini)

Indonesia pun sudah memberitahukan kepada Papua Niugini bahwa salah satu buron korupsi kasus Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, sudah melalui proses hukum yang berlaku di Indonesia.

"Ini merupakan proses yang panjang. Pemerintah Indonesia sudah memberikan keterangan bahwa yang bersangkutan sudah melewati proses hukum," ungkap dia.

Arrmanatha menuturkan, ada beberapa mekanisme untuk mengembalikan seorang buron yang bersembunyi di luar negeri selain ekstradisi. Salah satunya melalui proses deportasi.

Namun, proses itu bergantung seberapa baik hubungan kerja sama di antara dua negara.

(Baca: Tujuh Tahun Djoko Tjandra Buron, Apa yang Buat Kejagung Kesulitan?)

"Buktinya, kami belum ada perjanjian ekstradisi dengan Singapura, tetapi berhasil menangkap Samadikun. Intinya, harus ada hubungan yang baik dengan negara tempat buron itu berada," ucap dia.

Sebelumnya, Jaksa Agung M Prasetyo mengaku kesulitan memulangkan terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, ke Indonesia. Pasalnya, buron yang kini berkewarganegaraan Papua Niugini itu telah memberi sumbangan besar ke negara tersebut.

"Dilindungi negara itu sekarang. Bahkan, berita terakhir, dia memberikan sumbangan luar biasa ke Papua Niugini," ujar Prasetyo di kantornya, Senin (25/4/2016).

Namun, Prasetyo enggan mengungkap lebih jauh berapa besar sumbangan yang diberikan. Saat ini, dia meminta Pemerintah Papua Niugini mau kooperatif dan tidak lagi melindungi Djoko agar bisa dikembalikan ke Indonesia untuk menjalani hukuman pidana.

(Baca: Jalan Panjang Memburu Buronan di Luar Negeri)

"Kami berharap Pemerintah Papua Niugini bisa menyerahkan kepada kita. Kalau mereka melindungi terus, agak sulit bagi kita," kata Prasetyo.

Begitu pula sejumlah buron lain yang masih bersembunyi di negara lain. Prasetyo berharap, negara tempat persembunyian itu mau bekerja sama dengan Indonesia demi penegakan hukum.

"Kami tidak ada kompromi bagi para koruptor, dan tidak ada tempat yang aman bagi para koruptor untuk bersembunyi," kata Prasetyo.

Dalam kasus Djoko, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bahwa dia bebas dari tuntutan.

(Baca: Ini Kronologi Penangkapan Samadikun Hartono Setelah Buron Selama 13 Tahun)

Kemudian, pada Oktober 2008, kejaksaan melakukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Selanjutnya, Mahkamah Agung (MA) menerima dan menyatakan bahwa Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah.

Djoko dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta, sementara uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carter dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby.

Djoko kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Niugini pada Juni 2012. Namun, alih status warga negara itu tidak sah karena Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia.

Kompas TV Jadi Buron, Siapa Itu Samadikun Hartono?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com