Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Margianto
Managing Editor Kompas.com

Wartawan Kompas.com. Meminati isu-isu politik dan keberagaman. Penikmat bintang-bintang di langit malam. 

Pak Luhut dan Pak Sintong, Korban 1965 Bukan soal Angka melainkan soal Manusia

Kompas.com - 27/04/2016, 13:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Menurut Pasal 9 Kepres itu, "Terhadap Pegawai Negeri yang berdasarkan hasil penelitian ternyata terlibat dalam gerakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dikenakan penindakan administratif."

Harmoko, mantan Menteri Penerangan pada era Soeharto, dalam sebuah kesempatan pernah mengungkapkan, litsus adalah upaya pemerintah untuk menelusuri karakter dan ideologi seorang warga negara, terutama pegawai negeri sipil. Jejaknya pada masa lalu ditelusuri.

"Ada di mana waktu 1965. Termasuk cek keluarganya," kata dia.

"Ibu gue orang yang sangat jujur. Dia tidak pernah bisa berbohong. Dia begitu gelisah. Kami enggak nyangka dia bakal mengakhiri kegelisahannya dengan cara begitu," teman saya terisak. Baru kali ini saya melihatnya menangis.

Aib

Selama 32 tahun kekuasaan Orde Baru, bahkan di ujung kekuasannya pada tahun 1990-an, cap PKI adalah aib yang amat menodai kehormatan seorang manusia Indonesia. Ia seolah noda yang harus dipinggirkan dalam hidup bermasyarakat.

Ibu teman saya sepertinya tak kuat menanggung aib itu meskipun saya yakin seyakin-yakinnya ia adalah orang baik dan tidak paham apa itu komunisme. Ia masih remaja ketika peristiwa itu meletus.

Kita tahu, ada banyak cerita lain yang lebih mengenaskan tentang mereka yang diaibkan masyarakat karena sesuatu yang tak pernah dipahaminya.

Dalam simposium Membedah Tragedi 1965, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (18/4/2016) lalu, Sumini, seorang penyintas, memberi kesaksian bagaimana dirinya ditahan selama hampir 6,5 tahun hanya karena pernah menjadi Ketua Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) ranting Pati, Jawa Tengah. Siksaan demi siksaan, stigma, bahkan cemoohan harus dia terima selama mendekam di penjara.

Kini, pada usia yang sudah menginjak 70 tahun pun ia masih tidak memahami apa yang menjadi dosa besar dirinya ketika memutuskan untuk bergabung dengan Gerwani. (Baca: Kisah Sumini Seorang Guru yang Dicap Komunis)

Kesaksian lain dituturkan seorang penyintas pada Pengadilan Rakyat Internasional 1965 di Den Haag, Belanda, tahun lalu. Tintin Rahaju (bukan nama sebenarnya) berusia 70 tahun saat memberikan keterangan dalam persidangan itu.

Ia masih mahasiswa dan menyambi jadi guru saat peristiwa kelam itu terjadi. Tentara menangkapnya karena mencurigai dirinya sebagai anggota Gerwani.

Ia diinterogasi sambil disiksa dengan keji: naik ke atas meja, ditelanjangi, tubuhnya disunduti rokok, bulu kemaluan dan rambutnya dibakar. Maaf, saya terpaksa harus menyebut siksaan pada bagian kalimat paling akhir itu.

Ada banyak cerita lain yang tak mampu saya tulis karena jari jemari ini kelu untuk mencatat kisahnya. Cerita mereka itu menikam jantung kemanusiaan kita.

KOMPAS/JOHNNY TG Pramoedya Ananta Toer.
Kemanusiaan bukan soal angka

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com