JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terosisme (BNPT) Tito Karnavian berpendapat, penyanderaan warga negara Indonesia oleh kelompok Abu Sayyaf perlu diangkat menjadi isu ASEAN.
"Saya sependapat. Ini perlu diangkat ke tingkat ASEAN. Ini perlu pembicaraan di tingkat itu," ujar Tito di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Negara-negara terkait, yakni Indonesia, Filipina, Malaysia, bahkan Brunei, menurut Tito, harus bertemu untuk membahas persoalan tersebut. (Baca: Menhan: Tebusan Satu Sandera Italia Rp 8 Miliar, WNI Rp 1,5 Miliar)
"Sebab ini sudah mengancam warga kita dan juga warga negara tetangga. Jalur (tempat pembajakan) itu kan juga bukan hanya kepentingan Indonesia, tetapi negara-negara tetangga juga berkepentingan di jalur itu," ujar Tito.
Tito juga memandang aksi pembajakan kapal oleh kelompok Abu Sayyaf bukan aksi teror biasa, melainkan disebut sebagai maritime terrorism.
Oleh sebab itu, pendekatan penyelesaian persoalan itu mesti dilakukan secara bersama-sama dan terintegrasi. (Baca: Tolak Ditekan, Menhan Sebut Pemerintah Tak Akan Bayar Tebusan)
Ia berharap, tidak hanya aksi pembajakan kapal dan penyanderaannya saja yang dapat diatasi dengan pendekatan terintegrasi itu, tetapi juga persoalan kelompok teroris itu sendiri.
"BNPT hanya unsur untuk mendukung informasi saja. Yang berwenang untuk melakukan hal itu ada unsur yang lainnya," ujar Tito.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid sebelumnya mengatakan, Filipina seharusnya tak menutup diri untuk menerima militer Indonesia dalam upaya penyelamatan warga negara Indonesia yang disandera.
Menurut dia, persoalan penyanderaan sejumlah warga negara Indonesia di Filipina bukan hanya masalah Indonesia, Filipina, dan Malaysia, melainkan menjadi fokus ASEAN. (Baca: Soal Penyelamatan WNI yang Disandera, Filipina Diminta Tak Menutup Diri)
Negara-negara ASEAN, kata Hidayat, seharusnya bekerja sama dalam menyelesaikan masalah tersebut.