Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejaksaan Anggap Lumrah jika Terdakwa Cicil Uang Pengganti Kerugian Negara

Kompas.com - 14/04/2016, 21:23 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto menganggap terdakwa bisa mulai mencicil penggantian kerugian negara kepada jaksa sebelum tuntutan dibacakan.

Hal tersebut menanggapi pernyataan pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang menganggap uang yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan angsuran penggantian kerugian negara, bukan uang suap.

"Dia menitipkan biasanya sukarela. Bisa lewat jaksa, bisa cicil, atau langsung," ujar Amir di kantornya, Kamis (14/4/2016).

Amir mengatakan, angsuran penggantian kerugian negara itu bisa dianggap sebagai itikad baik terdakwa.

Pembayaran biasa dilakukan langsung ke jaksa penuntut umum yang menangani perkaranya.

Jika dinyatakan bersalah oleh hakim, maka uang itu akan diambil. Jika divonis bebas, maka akan dikembalikan.

Amir mengatakan, selain kasus Kejati Jabar, banyak juga terdakwa yang melakukan cara serupa untuk mengembalikan kerugian negara.

"Karena ada kebijakan pimpinan bahwa pengembalian kerugian negara sebagai salah satu hal yang meringankan untuk tuntutan," kata Amir.

Amir enggan menarik kesimpulan apakah uang yang berada di ruangan jaksa Deviyanti Rochaeni benar angsuran penggantian kerugian negara atau suap sebagaimana yang diduga oleh KPK.

Menurut dia, asal usul uang tersebut akan diketahui dalam proses penyidikan di KPK.

"Kalau masalah itu kan nanti di pengadilan disampaikan bahwa yang bersangkutan terbukti atau tidak," kata Amir.

Amir mengatakan, kalau pun uang tersebut merupakan angsuran, pasti ada tanda terima dan berita acara penitipan uang. Bukti-bukti tersebut, kata dia, nantinya akan terungkap di persidangan.

Kejati Jabar menganggap uang Rp 528 juta di ruangan jaksa bukan suap, melainkan cicilan penggantian kerugian negara oleh terdakwa Jajang Abdul Kholik.

"Yang ditemukan KPK di ruang inisial DR itu, adalah bagian dari uang pengganti secara keseluruhan," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jabar, Remon Ali.

(baca: Kejati Jabar Sebut Uang yang Disita KPK Bukan Barang Bukti Suap)

Remon mengatakan, total kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus korupsi anggaran BPJS di Subang sekitar Rp 4,7 miliar.

Diakui Remon saat ini pihak Jajang salam proses pengembalian kerugian negara secara bertahap. Itu termasuk Rp 528 juta yang ditemukan KPK di ruangan Deviyanti.

Ia menganggap ada kemungkinan jaksa tidak mengetahui asal-usul uang yang diberi kepadanya, sehingga dianggap uang suap.

Sedangkan KPK membantah bahwa uang yang dijadikan barang bukti kasus dugaan suap di Kejati Jawa Barat adalah uang pengganti kerugian negara.

(Baca: KPK Tegaskan Uang yang Disita dari Jaksa Kejati Jabar Bukan Uang Pengganti)

Secara terpisah, Kepala Kejati Jabar Feri Wibisono mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi lebih jauh dengan KPK soal uang yang disita.

Ia akan melampirkan bukti tanda cicilan penggantian kerugian negara dan mencocokkan data yang mereka miliki sehingga terbuka jelas apakah uang tersebut bagian dari suap atau bukan.

"Terkait dengan uang barang bukti, terkait dengan masalah cicilan uang pengganti, saya rasa juga akan komunikasikan. Saya pikir akan dikembalikan," kata Feri.

Kompas TV KPK Geledah Kejati Jawa Barat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com