Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Kegaduhan di Kabinet Kerja dan Pertaruhan "Reshuffle"...

Kompas.com - 13/04/2016, 08:02 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo ingin kerja tenang, cepat dan tepat sasaran. Namun, kegaduhan di antara para menteri terus terjadi.

Perombakan posisi menteri atau reshuffle pun bisa jadi jalan yang akan ditempuh Presiden demi mewujudkan roda pemerintahan yang didambakan. 

Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla masih mematangkan perombakan posisi menteri yang baru. Namun, menteri yang selama ini dinilai berulah diprediksi akan menjadi sasaran reshuffle.

Berikut catatan Kompas.com tentang kegaduhan akibat ulah menteri yang terjadi di Kabinet Kerja:

Rizal vs Sudirman soal Blok Masela

Perseteruan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said tentang Blok Masela merupakan salah satu yang masih segar dalam ingatan publik.

Jauh sebelum Presiden memutuskan untuk membangun Blok Masela di darat, keduanya berseteru di media massa.

Rizal mendorong pemerintah untuk membangun Blok Masela di darat (onshore). Namun, Sudirman sebaliknya. Ia ingin Blok Masela dibangun di laut (offshore).

Bukannya duduk berembuk, keduanya malah "perang opini". Keduanya saling melontarkan pernyataan di media. 

Rizal menyebut, ada menteri yang "keblinger" sehingga ingin menandatangai keputusan pengembangan Blok Masela di Laut Arafuru, Maluku, untuk kepentingan perusahaan migas asing.

Rizal mendesak penandatanganan itu dibatalkan. (Baca: Soal Blok Masela, Rizal Ramli Sebut Ada Pejabat Keblinger)

Sudirman, dalam kesempatan lain, mengaku kesal lantaran ada seseorang yang menghambat kerjanya. Seseorang yang dimaksud, diakuinya sebagai koleganya di pemerintahan.

(Baca: Sudirman Said Kesal Dihambat Kolega di Pemerintahan)

Kontroversi Kereta Cepat

Perdebatan antarmenteri juga terjadi dalam proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. 

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan secara tegas menolak pengunaan dana APBN untuk membiayai proyek tersebut. Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli bahkan menyebut proyek KA cepat adalah proyek mainan pejabat.

Namun, Menteri BUMN Rini Soemarni mendorong terus percepatan dimulainya proyek itu. Apalagi setelah China tiba-tiba melakukan studi kelayakan atas permintaan pejabat Indonesia.

Padahal, Jepang sudah lebih dulu mengincar proyek ini. Persaingan antara dua negara Asia timur itu pun tak terelakkan. 

Meski sempat menolak proposal yang diajukan kedua negara, pemerintah melalui Menteri Rini akhirnya memilih China. Tentu keputusan itu atas berbagai pertimbangan. 

Sementara itu, Indonesia dan China membentuk perusahaan bersama yakni PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) sebagai badan usaha khusus yang menggarap proyek tersebut.

KCIC-lah yang mengurus semua izin proyek KA cepat Jakarta-Bandung. (Baca: Hari Ini, Konsesi KA Cepat Jakarta-Bandung Diteken)

Peletakkan batu pertama proyek KA Cepat dilakukan Presiden Jokowi pada Kamis (21/1/2016). Namun, Menhub Jonan tidak datang dalam acara itu. 

(Baca: Jonan dan Ketidakhadirannya di "Groundbreaking" KA Cepat)

Sejak menjabat Direktur Utama PT KAI dulu, Jonan memang menentang kehadiran kereta cepat Jakarta-Bandung.

"Soal kereta cepat Jakarta-Bandung, saya yang paling menentang. Itu tidak berkeadilan," kata  Jonan dalam "CEO Speaks on Leadership Class" di Universitas Binus, Jakarta, pertengahan 2014.

Menurut dia, lebih penting mengembangkan kereta api trans-Sumatera, trans-Kalimantan, trans-Sulawesi, serta trans-Papua daripada membangun kereta cepat.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO Presiden Joko Widodo bersama rombongan melihat maket kereta cepat saat peletakan batu pertama megaproyek transportasi massal itu, Kamis (21/1/2016), di perkebunan teh Mandalawangi Bagian Maswati di Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Dalam kesempatan itu, sekaligus dicanangkan pengembangan sentra ekonomi koridor Jakarta-Bandung.
Pansus Pelindo "Rongrong" Pemerintah

Panitia Khusus (Pansus) Pelindo merupakan respons DPR RI terhadap perkara dugaan korupsi pada PT Pelindo II oleh Bareskrim Polri. Pansus itu juga sempat menuai kegaduhan.

Keberadaan Pansus dianggap "merongrong" pemerintah. Sebab, Pansus merekomendasikan agar Menteri BUMN Rini Soemarno mencopot Richard Joost Lino dari jabatan Direktur Utama PT Pelindo II.

Pansus juga minta Presiden Jokowi mencopot Rini Soemarno dari jabatan Menteri BUMN. 

(Baca: Soal Nasib Lino dan Rini, Istana Pertimbangkan Rekomendasi Pansus Pelindo II)

 

Pimpinan Pansus Rieke Dyah Pitaloka menjelaskan, Pansus mendapatkan fakta bahwa Rini dan Lino tidak memenuhi asas umum pemerintahan yang baik.

Pansus juga menemukan adanya dugaan unsur pidana dalam kebijakan Pelindo sehingga menghambat arus investasi. 

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Pelindo agar Menteri BUMN Rini M Soemarno dan Dirut Pelindo II RJ Lino dicopot dari jabatannya sebagai saran politik.

(Baca: Jusuf Kalla Anggap Rekomendasi Pansus Pelindo Hanya Saran Politik)

Kalla mengatakan bahwa pemerintah memiliki pertimbangan lain untuk melaksanakan atau menolak rekomendasi tersebut.

"Di DPR itu suatu saran politik, tentu (pemerintah) selain mempertimbangkan politis juga mempertimbangkan aspek lainnya," ucap Kalla, di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (18/12/2015). 

Nyatanya, hingga saat ini pemerintah belum melaksanakan rekomendasi Pansus tersebut. 

Susi versus Jubir JK

Cerita soal kegaduhan internal kabinet rupanya belum juga berakhir. Kali ini, kegaduhan kabinet melibatkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Juru Bicara Wapres Husain Abdullah.

Awalnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengirim surat kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, 22 Maret 2016.

Surat itu menyatakan salah satu kebijakan Susi, yakni tentang moratorium, pelarangan transhipment (proses pemindahan muatan dari satu kapal ke kapal lainnya yang dilakukan di tengah laut), mengakibatkan ribuan nelayan besar menganggur. 

"Semua informasi yang dihimpun Pak JK berdasarkan fakta lapangan dan informasi dari tangan pertama saat kunjungan ke Banda, Tual, dan Bitung, termasuk peningkatan angka kemiskinan di Maluku dan Sulut. Sumbernya dari gubernur setempat," kata Juru Bicara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Husain Abdullah.

(Baca: Kata Jubir JK, Menteri Susi Tidak Jalankan Perintah Presiden)

Susi terang-terangan membantah. Menurut dia, situasi itu sudah lama terjadi. Selama ini, banyak unit pengolahan ikan (UPI) didirikan, khususnya di Bitung, hanya sebagai pelengkap untuk mendapatkan izin penangkapan ikan.

Lagipula, seluruh kebijakan yang diambilnya selalu didiskusikan dengan Presiden Jokowi. 

Pernyataan Susi kemudian menjadi polemik. Jubir Kalla kembali merespons pernyataan Susi. Menurut Hussain, surat yang disampaikan Kalla tersebut justru merupakan permintaan Jokowi sendiri.

Jokowi meminta Kalla memberitahukan Susi untuk mengevaluasi sejumlah kebijakannya. 

Permintaan Susi kepada media agar dirinya tidak diadu-adu dengan Kalla seakan menjadi penutup polemik tersebut. (Baca: Menteri Susi: Jangan Adu Saya dengan Pak JK)

KOMPAS.com/ESTU SURYOWATI Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi Pusjiastuti saat menggelar konferensi pers terkait penangkapan KM Kway Fey 10078 oleh KP Hiu 11, di Perairan Natuna, Jakarta, Minggu (20/3/2016). Barang bukti berupa kapal pencuri ikan tersebut, gagal diamankan lantaran ditarik oleh kapal coastguard China, pada Sabtu dini hari.
Rebutan Kursi Menteri Desa

Hilang satu, muncul yang lain. Kali ini kegaduhan datang dari sesama partai politik pendukung pemerintah.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mulai gusar karena merasa kursi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang dimilikinya mulai digoyang. Tuduhan diarahkan ke PDI-P.

Pada 23 Maret 2016, ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Forum Pendamping Dana Desa (AFPDS) Jawa Barat berdemonstrasi di Istana Negara yang tengah ditinggal sang empunya kunjungan kerja.

Sekretaris Kabinet yang juga politisi PDI Perjuangan Pramono Anung langsung menerima 17 perwakilan pendemo. Sikap Pramono dinilai menyerang kinerja Menteri Desa Marwan Jafar.

"Kelihatan sekali motifnya, pernyataan Seskab di media ketika itu kan ingin intervensi atau ngatur-ngatur presiden," ujar Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKB Jazilul Fawaid. 

Bahkan Menteri Desa Marwan Jafar menyebut, massa itu merupakan hasil mobilisasi. Ia tidak menjelaskan siapa yang dimaksud memobilisasi massa itu.

(Baca: "Karpet Merah" Istana untuk Pendemo Menteri Desa dan Provokasi Keberangan Cak Imin)

Ketua DPP PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno meminta elite PKB tidak perlu berburuk sangka terhadap PDI-P. Sebab, kementerian yang mendapat sorotan dan kritik bukan hanya Kementerian Desa.

Kritik dan sorotan itu pun sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengincar kursi Menteri Desa. Namun, ia mengakui, partainya melakukan kajian terhadap kinerja kementerian.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah Kementerian Desa karena ditemukan banyak masalah soal penyaluran dana desa.

Tujuan kombinasi

Dengan sejumlah catatan kegaduhan di Kabinet Kerja, reshuffle tentu menjadi sebuah pertaruhan, apakah bisa menghentikan atau menambah gaduh.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, reshuffle jilid II merupakan jalan yang wajar ditempuh Jokowi untuk meredam 'kebisingan' kabinet sekaligus mempercepat irama kerja.

Apalagi, momen reshuffle ini sangat pas lantaran bertepatan dengan masuknya kekuatan politik baru pendukung pemerintah.

"Jadi ada tujuan kombinasi. Tidak mungkin (melakukan reshuffle) cuma atas alasan untuk mengakomodir kelompok politik, atau karena kinerja semata, Ini kombinasi kedua motif itu," ujar Siti kepada Kompas.com, Selasa (12/4/2016).

"Ada rasa belum puas yang tergambar dari pernyataan Pak Jokowi. Misalnya ketika dia bilang menteri jangan politik wacana, tapi harus politik kerja. Ini pun dijadikan starting point bagi Jokowi untuk mengakomodasi partai pendukung baru," lanjut dia.

Presiden, Wakil Presiden serta partai politik pendukung harus membicarakannya.

Kedua tokoh itu utamanya harus mampu mengelola, bagaimana mengakomodasi kekuatan politik yang ada tanpa harus membuat kekecewaan tetapi juga mampu merekrut sosok menteri yang mumpuni.

Menurut Siti, pada titik inilah kredibilitas partai politik bisa diukur. Apakah parpol itu menyerahkan nama yang berkualitas, atau hanya mengandalkan kedekatan dengan ketua umum semata.

"Partai harus bisa menyesuaikan diri dengan ritme Presiden. Partai harus kasih sosok menteri yang the best. Jangan sampai nantinya jadi bahan ledekan saja karena sosok menteri yang diusulkan hanya mengandalkan kedekatan dengan ketua parpol," ujar Siti.

Sosok menteri baru nantinya pun akan jadi pertaruhan Presiden. Apakah sosok menteri baru itu mampu menjawab persoalan yang ada atau malah sama saja.

Rakyat, lanjut Siti, memiliki tolak ukur yang harus diperhatikan Presiden.

"Oleh sebab itu menteri pengganti itu haruslah berintegritas dan kompeten. Habis Jokowi jika memilih menteri yang tidak dipandang punya kedua hal itu," tutur Siti.

"Ini juga akan menjadi 'tabungan' Jokowi untuk Pemilu 2019. Waktu Jokowi untuk membuktikan bahwa ia mampu, tidak banyak. Maka dia harus berlari kencang," ujarnya.

Kompas TV Inilah Kegaduhan di Kabinet Kerja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com