Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Saja Konten Revisi UU Penyiaran yang Disiapkan DPR?

Kompas.com - 25/02/2016, 20:37 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Hanafi Rais menyebutkan sejumlah poin penting yang perlu diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Pertama, tutur dia, terkait dengan konten. Perlu didorong agar sanksi yang diberikan kepada aturan siaran tak hanya sekadar sanksi teguran, tetapi berupa denda.

"Jadi sifatnya finansial, dan ini kita harapkan bisa menimbulkan efek jera," ujar Hanafi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/2/2016).

Adapun terkait mekanisme denda, ia mengaku masih dibahas oleh Komisi I DPR. Namun, pembahasannya belum sampai ke tahap teknis.

Meski begitu, menurut dia, hampir semuanya sepakat bahwa denda menjdi alat sanksi yang lebih relevan daripada hanya sekadar teguran.

Namun, secara pribadi, dirinya mengusulkan jika sebuah acara melanggar, maka dendanya minimal sama dengan profit yang dihasilkan isi siaran itu.

"Jadi kalau ada yang melanggar, itu tidak akan terulang lagi karena kemudian orang akan rasional. Itu sebagai efek jera," kata Hanafi.

Kedua, terkait digitalisasi selain televisi atau lembaga penyiaran yang bersiaran secara digital. Ia juga berharap ada digital dividend (frekuensi radio) yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik.

"Apakah untuk early warning system, bencana alam misalnya, atau untuk internet broadband, atau untuk kepentingan TVRI dan RRI," ungkap politisi Partai Amanat Nasional itu.

"Jadi ini sifatnya bisa lebih majemuk, tidak hanya khusus penyiaran saja," sambungnya.

Hanafi pun mengusulkan agar konten terkait lesbian, gay, biseksual, dan transjender perlu diatur lebih tegas dalam RUU Penyiaran.

"Di UU nanti saya kira itu juga relevan untuk dimasukkan supaya aturannya tegas mengenai propaganda (LGBT) itu," kata Hanafi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com