Mike membenahi mikrofon di depannya. Rambut mohawk-nya menjulang, terlihat lengket dengan campuran keringat dan minyak rambut.
Dengan senyum sinis, ia pun berpidato, "Kalau revisi UU KPK diloloskan, koruptor semakin menari-nari. Kalau korupsi dibiarkan terus, bisa semakin rusak sistem di negara ini. Rakyat semakin miskin dan para elite tidak peduli. Revisi UU KPK harus ditolak."
Penonton yang mendengarkan ucapan Mike pun menyambut dengan tepuk tangan. Mike dan kelompok musiknya yang beraliran punk, Marjinal, Rabu (18/2) sekitar pukul 17.00-18.00, tampil di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka menyanyikan lagu-lagu bertemakan kritik politik dan hukum, seperti "Partai", "Hukum Rimba", "KPK", dan "Miskin Kota". Berikut sepenggal lirik lagu "Hukum Rimba"
"hukum adalah lembah hitam
tak mencerminkan keadilan
pengacara juri hakim jaksa
masih ternilai dengan uang...
maling-maling kecil dihakimi
maling-maling besar dilindungi"
Alunan musik mereka yang merupakan paduan rock n roll dengan warna reggae yang kental membuat sekumpulan jurnalis yang setia menunggu di halaman Gedung KPK ikut berjingkat-jingkat.
Suasana sore itu kian semarak dan menggelitik dengan kritik-kritik pedas dari suara Mike yang jujur meski terkadang terdengar amat kasar.
Mike pada vokal mengenakan kaus tanpa lengan yang menampakkan kedua tangannya yang penuh dengan tato.
Sebuah tas pinggang kecil menggantung di depan perutnya. Sepatu boots Doc Mart menghiasi kakinya, kian meneguhkan identitas Mike sebagai anak punk.
Penampilan agak "normal" terlihat pada Igol (gitar), Bob Oi ( kentrung), dan Bima yang memainkan jimbe. Ketiganya mengenakan kaus dengan paduan sandal jepit atau sepatu kets.
Adapun Boi pada instrumen akordion tampil senada dengan Mike yang berkaus tanpa lengan.
Penampilan Mike dan kawan-kawannya adalah upaya mereka menentang kekuasaan dan norma-norma umum yang kaku serta mengekang kebebasan mereka berekspresi.
Seperti diungkapkan oleh Dick Hebdige dalam bukunya yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, Asal-usul dan Ideologi Subkultur Punk, tahun 1979, punk adalah representasi penolakan atas sistem yang menekan, dominan, dan elitis.
Ia adalah sebuah subkultur yang dengan kencang menyuarakan hak-hak pokok sebagai manusia dalam segala hal, mulai dari cara bicara, berpakaian, bersikap, hingga berkelompok.
Aliran punk awal mulanya berkembang di Inggris, tahun 1970-an, sebagai bentuk pemberontakan terhadap Ratu Inggris.
Hal itu secara terang-terangan diungkapkan dalam salah satu lirik kelompok musik Sex Pistol berjudul "God Save The Queen" (1977), "God save The Queen/ The fascist regime/ They made you a moron potential H-bomb...,"
Petikan lirik Sex Pistol itu menyebut monarki Inggris sebagai fasis dan menjadikan rakyatnya bagaikan orang bodoh.
Dick menjelaskan, penolakan punk pada pemerintahan yang sah bukan upaya untuk menggulingkan kekuasaan, seperti banyak dituduhkan pada gerakan anarki.
Ia adalah kritik tajam dan pengabaian mutlak atas hal-hal apa pun yang bernada perintah dan penekanan. Punk dengan kata lain ialah anarki yang membebaskan sekalipun banyak pihak menilai punk adalah bagian juga dari komoditas kapitalisme.
Tolak pelemahan
Sore itu, band Marjinal sekali lagi menampilkan pemberontakan ala punk yang mengkritik tajam revisi UU KPK.
DPR sebagai representasi penguasa yang elitis dinilai seenaknya saja ingin melemahkan KPK.
Mike pun lantang berteriak, "KPK sampai kapan pun diperlukan negara ini. Omong kosonglah jika berbicara soal Pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab, dan aturan-aturan lainnya jika KPK pada akhirnya ingin dilemahkan."
Rakyat, menurut Mike, masih amat bergantung pada peran KPK membongkar korupsi. Sebab, korupsilah yang membuat sistem pemerintahan dan hukum di negara ini porak poranda.
Rakyat tidak mendapatkan keuntungan sedikit pun dari revisi UU KPK yang hanya melemahkan peran lembaga anti rasuah itu. Ia mengutip salah satu poin revisi, yakni pembentukan Badan Pengawas yang mengawasi dan mengurus izin penyadapan.
"Kalau penyadapan KPK dibatasi, mereka tidak bebas lagi bergerak. Kami menolak itu. Kami tidak mau KPK dilemahkan," katanya.
Baja, manajer grup Marjinal, menuturkan, kelompok musik itu akan terus datang memberikan dukungan kepada KPK.
"Jika diperlukan, kami akan terus main di sini. Walaupun tidak ada yang menghiraukan, enggak apa-apa, kami terus nyanyi aja. Asyik-asyik aja. Kami dari dulu selalu mendukung KPK karena kami muak dengan korupsi," katanya tajam.
Suasana kian gelap, malam menjelang. Lagu demi lagu mengalir dan menghentakkan sanubari setiap orang yang mendengarkan lirik-lirik Marjinal.
Marjinal menyenandungkan lagu dengan gayanya yang oleh banyak orang dinilai urakan, tidak sopan, dan tidak bermoral.
Namun, mereka menyampaikan pesan paling tulus tentang kebaikan dari nilai tertinggi dalam kemanusiaan: kejujuran.
Sikap yang jauh berbeda dengan orang-orang rapi dan berdasi yang ternyata kemudian terbukti korupsi.... (Rini Kustiasih)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.