Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rancangan UU KPK yang Terus Berubah

Kompas.com - 03/02/2016, 15:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Protes dari masyarakat tidak menyurutkan niat sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Senin (1/2/2016), atas permintaan Badan Legislasi (Baleg) DPR, 45 anggota DPR dari enam fraksi yang mengusulkan revisi UU KPK kembali mengajukan draf RUU Perubahan atas UU tentang KPK. Saat itu, hanya dua pengusul yang hadir ke Baleg, yaitu Riska Mariska dan Ichsan Soelistyo, keduanya dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Kali ini, draf RUU KPK yang mereka bawa sudah berbeda dari sebelumnya. Catatan Kompas, dalam lima bulan terakhir, terdapat tiga versi rancangan undang-undang yang sebagian besar substansinya berbeda.

Sebelum ini, pada Desember 2015, pengusul sempat memunculkan draf RUU KPK versi kedua. Draf itu adalah hasil revisi terhadap draf pertama yang keluar pada 6 Oktober 2015.

Dalam draf pertama, masa hidup KPK dibatasi selama 12 tahun dan KPK juga tak lagi memiliki wewenang di bidang penuntutan.

Pengusul dari PDI-P, Masinton Pasaribu, menuturkan, draf kedua dirumuskan 45 pengusul RUU KPK sejak Oktober 2015.

Para pengusul adalah 15 orang dari Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Nasdem (11), Fraksi Partai Golkar (9), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (5), Fraksi Partai Hanura (3), dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (2).

Tidak hanya masalah isi draf yang berulang kali berubah, pengusul pun terkesan tidak kompak dalam menyikapi dua draf pertama. Hanya pengusul dari Fraksi PDI-P yang mengetahui substansi draf. Sementara, pengusul dari lima fraksi lain umumnya mengaku tidak tahu mengenai draf yang beredar itu.

Terkait isi draf yang berubah-ubah, pengusul dari Fraksi PDI-P, Ichsan Soelistyo, mengatakan, itu karena ada perbaikan dan penyesuaian seiring waktu.

"Sekarang sudah versi final dan revisi disepakati cukup di empat poin," kata Ichsan.

Empat hal itu adalah terkait pemberian kewenangan KPK mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan, pengaturan penyadapan, pembentukan Dewan Pengawas/Dewan Kehormatan KPK, dan masalah penyelidik/penyidik KPK.

Ia mengumpamakan dua draf sebelumnya sebagai strategi panggilan tinggi untuk mengetes respons publik. Pasal kontroversial di dua draf awal memang tak ditargetkan untuk direvisi.

"Kalau kami call di bawah, dapatnya lantai bawah. Jika call di lantai tiga, jadinya seperti ini, dapatnya lantai dua," kata Ichsan.

Keinginan lama

Sebenarnya perombakan UU KPK merupakan keinginan lama. Pertengahan Desember 2010, DPR dan pemerintah menetapkan revisi UU KPK masuk dalam Prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011. Saat itu, revisi UU KPK jadi usul inisiatif DPR dan menjadi tanggung jawab Komisi III. Namun, hingga akhir tahun 2011, DPR belum berhasil membahas revisi UU KPK.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com