Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka yang Tak Lelah Tagih Janji Jokowi Tuntaskan Kasus HAM Masa Lalu...

Kompas.com - 23/01/2016, 17:16 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kamis (21/1/2016) menjadi Kamis ke-472 bagi aksi Kamisan yang digelar di depan Istana Negara, Jakarta.

Sembilan tahun sudah aksi Kamisan berlangsung di lokasi yang sama. Aksi ini merupakan bentuk perjuangan Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) dalam menuntut negara menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Payung hitam yang dibentangkan di depan Istana Negara seolah menjadi sindiran akan upaya perlindungan pemerintah terharap warga negaranya. (Baca: Sembilan Tahun "Kamisan", Titik Terang yang Kembali Redup)

Selama sembilan tahun, suka dan duka dialami para aktivis yang berjuang melalui aksi Kamisan, mulai dari dilarang menggelar aksi Kamisan hingga diancam dibubarkan.

Lantas, apa yang membuat para aktivis itu tetap bertahan?

"Tetap ada peluang untuk membawa kasus Munir ke ranah hukum, meski kita tahu seperti apa ruang hukum di Indonesia. Tetap harus optimistis mendorong para hakim dan jaksa untuk berani mengungkapkan kebenaran. Kalau tidak optimistis, saya tidak akan melakukan Kamisan," ujar Suciwati, istri aktivis HAM Munir Said Thalib yang diduga dibunuh di dalam pesawat saat menuju Amsterdam.

Suciwati secara rutin mengikuti aksi Kamisan di depan Istana. Ia mengatakan, banyak jalan untuk menuntaskan kasus Munir, meskipun tidak selalu melalui jalur yudisial.

Tagih janji Jokowi

Sampai saat ini, menurut dia, temuan tim pencari fakta kasus Munir pun belum diumumkan pemerintah.

Padahal, menurut Suciwati, ada temuan baru yang perlu diungkapkan. Suciwati mencontohkan peristiwa yang terjadi pada 2014, atau ketika Allan Nairn, seorang jurnalis Amerika Serikat, melaporkan mantan Kepala Badan Intelijen Negara Hendropriyono ke Komnas HAM.

Nairn mengaku memiliki transkrip wawancaranya dengan Hendropriyono. Menurut Nairn, saat diwawancara, Hendro mengaku siap diadili atas beberapa kasus sekaligus, termasuk kasus Munir.

Meskipun demikian, Suciwati mengaku yakin bahwa pemerintahan Joko Widodo akan menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kasus Munir.

Kendati demikian, Suciwati menegaskan bahwa pihaknya menunggu komitmen Jokowi untuk merealisasikan janji kampanyenya itu. (Baca: 9 Tahun, Aksi Kamisan Dianggap seperti Institusi bagi Korban HAM)

"Sebenarnya saya optimistis pada pemerintahan Jokowi karena ia tidak punya rekam jejak sebagai pelanggar HAM, ya meskipun orang-orang di sekelilingnya adalah pelaku pelanggaran HAM. Ini sudah satu tahun kepemimpinan Jokowi, kami masih menunggu komitmen Jokowi. Karena kami pernah menjadi komoditas pada masa pilpres," ujar dia.

Optimisme dalam mencari keadilan juga ditunjukkan Maria Katarina Sumarsih, ibu dari BR Norma Irmawan (Wawan), mahasiswa korban peristiwa Semanggi I pada 13 November 1998.

Wawan yang tergabung dalam Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRuK) itu tertembak peluru tajam di kawasan Semanggi saat demonstrasi mahasiswa 1998.

"Sekecil apa pun harapan, saya akan selalu tetap optimistis. Pernyataan Pak Jokowi pada saat hari hak asasi manusia menunjukkan ia akan berani mencari terobosan untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, baik secara yudisial, non-yudisial, maupun rekonsiliasi," ujar Sumarsih.

Terkait wacana pemerintah untuk menempuh jalur rekonsiliasi, Sumarsih mengaku tidak berkeberatan sepanjang pengadilan HAM ad hoc berjalan.

Sesuai UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, mekanisme pembentukan pengadilan HAM ad hoc berawal dari penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM. Kemudian, Jaksa Agung menindaklanjuti berkas penyelidikan tersebut.

Bila ditemukan bukti adanya pelanggaran berat HAM, maka DPR akan memberikan rekomendasi kepada Presiden untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc melalui Keppres.

"Kadang saya merasa putus asa. Namun, melihat banyaknya kekerasan yang dilakukan oleh petinggi negara, membuat saya tidak ingin tinggal diam. Kekerasan tidak boleh dibiarkan, hukum harus ditegakkan," ucap dia.

Bagi Sumarsih dan keluarga korban yang lain, aksi Kamisan menjadi harapan mereka untuk mengingatkan Presiden Joko Widodo mewujudkan komitmennya dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu. (Baca: Peringati 9 Tahun Kamisan, Keluarga Korban HAM Bagi-bagi Mawar untuk Polisi)

"Saya akan terus melalukan aksi ini sampai kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II dibawa ke meja pengadilan HAM ad hoc. Sampai tidak terjadi lagi pelanggaran HAM di negara ini," ujar Sumarsih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementan Keluarkan Rp 317 Juta untuk Keperluan Pribadi SYL, termasuk Umrah, Bayar Kiai dan “Service Mercy”

Kementan Keluarkan Rp 317 Juta untuk Keperluan Pribadi SYL, termasuk Umrah, Bayar Kiai dan “Service Mercy”

Nasional
Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Nasional
Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

Nasional
Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Nasional
Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Nasional
Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Nasional
Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Nasional
Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Nasional
Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Nasional
Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Nasional
Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Nasional
Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Nasional
Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Nasional
Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Nasional
Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com