JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) optimis hakim Udjiati menolak gugatan praperadilan yang diajukan mantan Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino.
"Kami optimis. Karena memang (penetapan Lino sebagai tersangka) sudah berdasarkan UU dan juga SOP (prosedur) KPK," ujar Kepala Bagian Litigasi dan Nonlitigasi pada Biro Hukum KPK Nur Chusniah, Jumat (23/1/2016).
Penetapan tersangka, misalnya. Menurut Nur Chusniah, penyidik sudah memiliki dua alat bukti yang sah menetapkan Lino sebagai tersangka. Hal itu pun sudah dibuktikan di dalam sidang pembuktian, Kamis kemarin.
Soal unsur melawan hukum, Chusniah mengaku memang tidak disampaikan detail di sidang pembuktian. Sebab hal itu adalah rahasia penyidikan. KPK akan membuka hal itu di persidangan pokok perkara.
Selain itu, soal penghitungan kerugian negara misalnya. Menurut Chusniah, penghitungan kerugian negara sudah dikoordinasikan dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Nanti kami pasti lengkapi. Karena itu memang dokumen yang harus kami lengkapi," ujar Chusniah.
Dalam sidang, pihak Lino dan KPK tidak membacakan kesimpulannya masing-masing.
Keduanya hanya menyerahkan dokumen kesimpulan kepada Hakim Udjiati. RJ Lino menggugat KPK atas penetapannya sebagai tersangka dalam sidang praperadilan.
Penetapan tersangka dianggap tidak sah atas beberapa alasan, antara lain tidak ada kerugian negara dalam penetapan tersangka itu dan penyelidik perkara bukanlah berasal dari Polri.
Selain itu, Lino mengaku tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka dan Lino merasa pengadaan QCC tidak memiliki unsur melawan hukum.
Lino sendiri dijerat sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan QCC tahun 2010.
Lino diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung HDHM dari China dalam pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II.
Pengadaan QCC tahun 2010 diadakan di Pontianak, Palembang, dan Lampung. Proyek pengadaan QCC ini bernilai Rp 100-an miliar.
Atas perbuatannya, Lino dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.