"Oh enggak, kita (revisi) undang-undang saja," ucap Yasonna.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga tidak setuju jika peningkatan pencegahan aksi terorisme diatur melalui Perppu.
Menurut Tjahjo, revisi UU Antiterorisme bisa selesai cepat jika semua pihak berkomitmen menyelesaikannya.
"Karena hanya ada sejumlah pasal kecil yang seharusnya bisa diubah dari revisi UU Teroris. Kalau mau serius, dua-tiga hari selesai," kata Tjahjo.
"Menurut saya, perppu jangan diobral," sambungnya.
Belum sepahamnya pemerintah terkait rencana revisi UU Antiterorisme juga nampak dari aparat yang berwenang melakukan penindakan pada terduga teroris.
Luhut mengatakan jika Badan Intelijen Negara juga dipertimbangkan memiliki kewenangan menindak seperti kepolisian.
"Kepolisian dan lembaga keamanan lain nanti kita lihat, kita timbang-timbang, apa badan intelijen atau nanti kita lihat lagi," ucap Luhut.
Adapun Menkumham Yasonna H Laoly berpendapat sebaliknya. Menurut Yasonna, kewenangan penindakan aksi terorisme sebaiknya hanya dimiliki oleh kepolisian.
"BIN kan menghendaki itu (kewenangan menindak), tapi saya kira biar saja lembaga-lembaga hukum yang menanganinya," ujar Yasonna.
Usulan revisi UU Antiterorisme ini mencuat setelah terjadinya serangan teror di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1/2016) lalu.
Jokowi telah berkonsultasi mengenai rencana merevisi UU itu dengan pimpinan lembaga tinggi negara.
Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan bahwa semua pimpinan lembaga tinggi negara sepaham mengenai perlunya perluasan cakupan UU Antiterorisme.
Ketua DPR Ade Komarudin menyatakan mendukung rencana itu, baik melalui revisi atau penerbitan perppu oleh Presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.