Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

GBHN dan Amandemen UUD

Kompas.com - 19/01/2016, 16:00 WIB
Adalah penting mencermati berbagai pandangan dan keinginan yang berbeda itu. Mungkin saja banyak pihak yang menyetujui ide meneguhkan kembali GBHN dan menyatakan dukungan mereka. Tetapi juga bukan tak mungkin karena faktor dinamika ataupun taktik perjuangan untuk mewujudkan kepentingan politik, mensyaratkan bahwa untuk dukungan yang diberikan mereka juga minta ”agar kebutuhan dan kepentingannya diakomodasi”. Mereka mungkin juga hanya akan perlu amandemen (yang) terbatas, walau dalam arti cuma sebatas kebutuhan dan kepentingannya saja.

Mungkin dalam konteks kewaspadaan di atas, Saldi Isra (Kompas, 12/1/2016) mencatat bahwa amandemen terbatas, walau dimungkinkan, tetap saja memerlukan kehati-hatian. Mahaguru tersebut tidak keliru. Bak sebuah perumpamaan, langkah tersebut bagai meniti bibir tebing yang curam. Memang tidak mudah mencegah, atau memagari, apalagi melarang dan menjamin bahwa pihak yang mendukung usul tersebut tidak menyertakan kebutuhan dan kepentingannya. Tidak mudah karena dari mula juga sudah memiliki kepentingan sendiri. Ide tentang amandemen terbatas, dalam kondisi banyaknya pandangan, kebutuhan, dan kepentingan yang berbeda, tidak mudah dielakkan menjadi ajang tawar-menawar politik, dan karena itu bisa-bisa malah menebar kerawanan. Yang semula dirancang terbatas akhirnya menjadi tidak terbatas.

Beberapa gambaran dapat disajikan untuk melukiskan tidak akan sederhananya langkah amandemen terbatas dalam upaya menghadirkan kembali GBHN itu. Di samping kemungkinan "kalau satu masuk, yang lain juga ikut masuk", perlu disimak apakah benar-benar cukup kalau hanya sekadar memasukkan ketentuan mengenai GBHN? Mampukah langkah itu memberikan kepastian bahwa hal itu tak akan merembet pada kebutuhan penyesuaian kedudukan, fungsi dan kewenangan MPR? Dapatkah ide amandemen terbatas tadi memberi kepastian bahwa hal itu tak akan memerlukan konsep pengaturan ulang sekitar hubungan tata kerja di antara lembaga negara? Kalau semua pertanyaan tersebut tak memperoleh jawab, tampaknya itu pula yang melandasi pandangan bahwa amandemen terbatas bukanlah soal sederhana, dan mungkin sulit terwujud.

Filosofi dan tujuan bernegara

Terkait dengan soal GBHN itu sendiri, baik juga kalau direnungkan kembali segala rembuk para pendiri negara ini sewaktu merancang UUD tadi (Catatan: Sekretariat Negara RI telah membukukan Risalah Sidang BPUPKI–PPKI 25 Mei 1945–22 Agustus 1945, dan menerbitkannya 1995). Meski disertai debat yang keras, para pemimpin merancang dengan terlebih dahulu bersepakat membangun pola pikir yang sama. Mereka sepakat berpegang pada bangun negara berdasar desain yang lengkap dari dasar, tujuan hingga konsistensi dalam penjabarannya dalam batang tubuh UUD. Dalam pikiran dan konsep mereka pula, GBHN diciptakan sebagai perangkat guna menuntun penyelenggara pemerintahan negara dalam upaya mewujudkan tujuan bernegara. Sebagai kaidah penuntun, GBHN karena itu ditetapkan oleh lembaga (MPR) yang dahulu mereka bayangkan sebagai "penjelmaan rakyat, pengemban kedaulatan rakyat". Dalam konteks pola pikir yang disiplin itu, para pemimpin dahulu membangun nalar dan filosofi GBHN secara runut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com