Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

GBHN dan Amandemen UUD

Kompas.com - 19/01/2016, 16:00 WIB
Orang boleh berkata "itu dulu" atau "waktu berjalan, zaman berubah, dan nilai berkembang" dan lainnya. Mungkin karena itu pula kini ada yang mengembangkan pikiran bahwa problema yang timbul dari ketiadaan GBHN bisa dipecahkan dengan "pemahaman baru". Baru, karena GBHN tak diletakkan dalam konteks hubungan antara Tujuan Negara dan perangkat penuntun upaya pencapaian tujuan tadi. Yang bagaimana? Dikembangkan semacam tesis, jika memang telah ada kesepakatan bahwa perubahan hanya boleh berlangsung pada Batang Tubuh, dan bukan pada Pembukaan UUD, maka Tujuan Negara harus diterima dan dipegang sebagai sesuatu yang tetap sifatnya. Semua, termasuk presiden, mesti menjadikan Tujuan Negara sebagai "ultimate goal", sebagai visi kepemimpinannya.

Dalam pilpres, calon presiden karena itu cukup menjabarkan sesuai pandangannya dalam program, prioritas, dan sasaran untuk ditawarkan. Pemahaman serupa itu agaknya didasarkan pula pada postulat bahwa hal itu sesuai dengan zaman, lebih demokratis, dan seiring dengan konsekuensi sebuah pemilihan yang bersifat langsung.

Pemahaman baru ini belum tentu keliru meski juga belum tentu tepat dan mudah terwujud. Salah satu persoalannya, yang namanya Tujuan Negara itu sendiri juga sering diberi interpretasi dan warna berbeda. Pengalaman kita juga masih segar. Untuk soal adil dan makmur saja ada yang berpikir adil dan makmur yang berwarna merah, ada yang hijau, ada yang putih. Tentang bentuk negara pun kemarin juga ada yang meluncurkan pikiran bahwa federasi, dan tak perlu republik, adalah opsi yang lebih baik.

Jika hal-hal sekitar Tujuan Negara dan lain-lain yang dikandung dalam Pembukaan UUD ternyata memang masih membuka peluang adanya persoalan interpretasi, satu hal mesti dicermati. Sampai dengan terwujudnya interpretasi dan pemahaman yang sama dan baku tentang isi, tentang wujud, dan tentang spektrum segala cita yang tertuang dalam Pembukaan UUD, pemaksaan tesis seperti di atas menjadi terkesan terlalu menyederhanakan soal, ketika atas dasar itu disebarkan pemahaman bahwa: (1) sebenarnya tidak perlu ada GBHN; (2) semua, termasuk dan terutama presiden, cukup berpegang pada Tujuan Negara sebagai visi; (3) biarkan atas dasar itu presiden bergerak dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan lima tahun masa jabatannya/pembangunan jangka menengah.

Konten lain dalam alur pikir pemahaman di atas adalah mewadahi janji presiden terpilih tentang arah pembangunan, prioritas, dan penahapannya (baik jangka panjang maupun menengah) dalam UU. Beriringan dengan logika itu, beberapa pandangan dituangkan juga menyebut, fungsi tuntunan yang diperankan GBHN dapat diwujudkan secara lebih komprehensif dalam UU, seperti halnya UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 2004 dan UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2007, atau kombinasi/peleburan dua UU tersebut. Pandangan ini mungkin juga tak keliru. Namun kata kuncinya tetap sama: dapat berjalan apabila tak ada perbedaan dalam pemahaman atau interpretasi tentang Tujuan Negara berikut segala cita yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD. Kalau perbedaan itu ada, tak syak lagi akan berbeda pula jabaran dalam UU-nya. Pertanyaan tersisa: bagaimana mewujudkan dan menjamin agar tidak ada pemahaman atau tafsir yang berbeda tersebut?

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com