Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekerasan: Hasil Kerjasama Lokal, Nasional dan Global

Kompas.com - 19/01/2016, 01:54 WIB

Catatan Kaki Jodhi Yudono

Kekerasan, adalah hasil Kerjasama lokal, nasional dan global. Itulah konklusi yang dikemukakan oleh Arahmaiani. Perupa perempuan ini merupakan salah satu tokoh yang disegani dalam dunia seni rupa kontemporer indonesia. Ia bekerja dengan medium pertunjukan, lukisan, gambar, instalasi, video, puisi, tari dan musik. Karya Arahmaiani bergulat dengan isu politik saat ini, kekerasan, kritik terhadap kapital dan tubuh perempuan. Dalam beberapa tahun belakangan, ia juga mengangkat isu terkait identitasnya yang, meskipun muslim, tetap bersinggungan dengan budaya Hindu, Buddha, dan animisme. Sejak 2010, ia bekerja bersama para biksu Tibet dalam menyuarakan isu lingkungan.

Arahmaiani berpendapat, sejak berabad-abad silam, budaya kekerasan terus berulang dalam sejarah Indonesia. Jauh sebelum negara ini terbentuk, kekerasan telah melekat pada sejarah kerajaan Jawa, terutama di kalangan elit penguasa, sebagaimana yang tertulis dalam kitab Pararaton—kitab naskah sastra Jawa pertengahan, tentang sejarah raja-raja Singosari dan Majapahit di Jawa Timur. Memasuki era modern, praktik kekerasan dan perebutan kuasa terus berlanjut, dan berpuncak pada masa pemerintahan Soeharto.

Pengamatan ini diolah Arahmaiani menjadi dua bentuk karya dan dipamerkan di Jakarta Bienale 2015 yang merupakan perhelatan seni rupa dua tahunan yang diikuti 42 seniman Tanah air dan 28 seniman manca negara. Gudang Sarinah seluas 1,5 hektar akan menjadi tempat utama digelarnya acara tahun ini. Acara ini berlangsung15 November 2015 hingga 17 Januari 2016.
 
Arahmaiani menampilkan performans—yang memadukan suara, musik, dan permainan cahaya (serta ketiadaannya) sebagai simbolisasi praktik kekerasan budaya di Indonesia. Karya ini terwujud melalui kolaborasi dengan seniman-seniman muda, sebagaimana yang pernah ia lakukan dalam karya-karya lainnya. Sebagai seniman yang telah berkarier selama tiga puluh tahun lebih, Arahmaiani berbagi pengalaman berkarya, serta mendorong generasi muda agar lebih peka terhadap isu-isu budaya kekerasan.

Karya kedua adalah instalasi tumpukan pakaian—yang setiap helainya menyimpan jejak kekerasan dari beragam generasi. Tumpukan pakaian itu terkonsentrasi di satu tempat di Gudang Sarinah, tempat berlangsungnya acara Jakarta Bienale yang berakhir 17 Januari 2016 lalu. Pada tumpukan pakaian itu, pengunjung dapat menemukan berbagai wujud kekerasan di pojok-pojok yang tak biasa dan tak terduga—seperti yang kerap kita alami sehari-hari.

Peristiwa bom Thamrin kian menegaskan kekhawatiran Arahmaiani, betapa kekerasan memang harus segera menjadi kepedulian bersama bangsa ini. Kekerasan sudah sedemikian mengkhawatirkannya. Dia hadir tak lagi sembunyi-sembunyi di keremangan malam atau di sudut-sudut bangunan, tapi kini sudah berani tampil secara terbuka dan mengancam jiwa siapa saja dengan bom dan senjata penuh peluru.

Berikut obrolan saya  dengan Arahmaini, mulai dari seni rupa, budaya kekerasan, hingga bom Thamrin.

Tanya: Tema kekerasan yang anda sodorkan apa ngga justru membangkitkan naluri kekerasan pada diri penonton?
Arahmaiani: Makanya saya tidak nenampilkan visualisasi dramatis laku atau adegan kekerasan. Yang bisa terlihat amat "sexy" jika ditampilkan sebagai perupaan/visualusasi yang "keren". Tergantung bagaimana "mengemasnya" dan membawakanya juga akan berakibat bagaimana.

Tanya: Emang apa solusinya agar hati bangsa ini, dan juga hati warga dunia menjadi tenteram? Seperti kita tahu, belakangan dunia jadi panas. Iran vs Arab. Rusia vs Turlki, dll

Arahmaiani: Ya betul dunia makin semrawut. Konsumtif & materialistis jg. Serta serba menghalalkan segala cara tetutama penggunaan kekerasan utk mencapai ambisi "tahta & harta" ya

Tanya: Terus posisi seni berada di mana dalam konstelasi dunia yang tambah semrawut seperti sekarang ini?

Arahmaiani: Seni bisa punya fungsi positif dalam konteks ini. Hanya memang perlu di"maknai" kembali. Sehingga ia bisa berfungsi sebagai "katalisator"

Tanya: Apa yg bisa diharapkan dari penampilan karya-karya instalasi dalam Jakarta Bienale?

Arahmaiani: Mungkin jangan dilihat genre atau bentuk karyanya. Tapi apa ide di baliknya. Pesan apa yang mau disampaikan senimanya. Itu yg penting!

Tanya: Pesan kan butuh media, karya seni itulah medianya. Sejauh ini pesan itu apa sudah sampai ke alamat yg dituju: masyarakat?

Arahmaiani: Iya karya seni itu macam-macam medianya. Pesan siapa? Kan masing2 seniman menghadapi penontonya sendiri.

Tanya: Kan pesan yg mau disampaikan ole Jakarta Bienale di antaranya tentang isu lingkungan, gender, ekonomi, dll. Sampai kah pesan-pesan itu ke masyarakat?

Arahmaiani: Tp seni biasanya disukai banyak org. Atau menarik minat org paling tidak. Maka jika seniman menyampaikan "pesan" dalam karyanya biasanya komunikasinya gak terlalu sulit. Tapi ya tergantung si senimanya sih...Ada yang pengen karyanya mudah dipahami tapi ada juga yang gak.

Tanya: Anda sendiri jenis seniman yang karyanya mudah dipahami atau tidak?

Arahmaiani: O kalau soal pesan dari eventnya, apakah sampai atau tidak ke masyarakat, harusnya ditanyakan pada penontonya dong. Kalau saya selalu berusaha untuk menjelaskan karya saya (selain lewat visualisai juga lewat tulisan - saya kan juga penulis). Dan kalau melihat respon penonton ataupun pengamat sampai sejauh ini, saya bisa menarik kesimpulan kalau karya-karya saya gak terlalu sulit untuk dipahami tuh...

Tanya: Begini, menurut pengamatan saya, anak-anak muda mulai menyukai karya2-karya yang digelar di Jakarta Bienale. Ada kesan, mereka menjadikan event ini sebagai gaya hidup. Anda merasakan gejala ini pula kah?

Arahmaiani: Iya saya lihat penonton anak muda banyak sekali. Juga teman-teman yang di panitia cerita.
Ayo kita bicara lg soal kekerasan ....ini budaya masa kini (dan dari dulu) yg harus dilawan!

Tanya: Bagaimana anda melihat peristiwa pemboman yang terjadi di Thamrin?

Arahmaiani: Ya ini salah satu bukti atas budaya kekerasan dalam kehidupan kita tentunya. Agak sulit untuk berkomentar panjang lebar karena data atas fakta belum lengkap. Siapa pelakunya kan belum diketahui toh... Tapi ya yang jelas laku tak beradab seperti ini kok kayaknya sudah jadi biasa ya...

Tanya: Sejak 98, kekerasan menampakkan wujudnya, baik yg dilakukan oleh perorangan maupun kelompok. Anda tau penyebabnya?

Arahmaiani: Sebetulnya sejak tahun 65 toh... Penyebabnya ambisi penguasa utk menjaga kekuasaanya & bisa terus mengendalikan keadaan. Dan ini hasil "kerjasama" penguasa lokal/nasional & global

Tanya: Iya ya, sudah sejak lama. Cuma naik turun gitu ya?

Arahmaiani: Iya begitulah...dalam skala global pun seperti knapa ada ISIS atau Alkaeda gak terlepas dari skenario dasar ini kok. Yah, dalam kenytaanya memang semua saling terkait! Hanya sayangnya budaya dominan adalah keserakahan dan gila kuasa yg digapai dg cara kekerasan! Dan ini bukan hal baru - sudah terjadi sejak dahulu kala. Di sisi lain manusia-manusia yang rindu hidup damai, tentram & bahagia tentunya betusaha mencari kemungkinan lain: jalan hidup cinta & welas asih tanpa kekerasan. Para nabi, Yesus, Sidharta Gautama, dan pemimpin-pemimpin spiritual dari dulu hingga zaman modern (seperti Gandhi misalnya)  berusaha membebaskan manusia dari cengkraman ego & nafsunya. Lalu hidup bersama dalam persaudaraan dan persahabatan. Begitulah impian mereka.... Tapi nyatanya memag untuk mewujudkan impian indah itu tak gampang!

Tanya: Atau mungkin karena kian berat dan besar tuntutan hidup, sehingga manusia tambah gila utk saling sikut dan pukul. Yg penting bisa mempertahankan hidup, apapun risikonya.

Arahmaiani: Ya begitulah ...kehidupan yg makin konsumtif & materialistis memang memacu kegilaan & keserakahan manusia.

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com